Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pulang

2 Januari 2017   13:14 Diperbarui: 2 Januari 2017   13:20 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesawat mendarat di bandara Kuala Namo, Deli Serdang, Sumatera Utara. Puluhan orang mencari jalan tercepat untuk keluar dari kabin, seolah lumbung besi itu akan meledak, seolah tidak ada waktu tersisa untuk bertahan lebih lama lagi. Mereka terpelajar, tapi dikalahkan ego masing – masing. Bahkan seorang ibu tua harus mengalah pada remaja yang sudah tidak sabar menginjakkan kaki di bumi Melayu itu.

Selalu ada yang mengejar waktu,

Tak ingin tertinggal terlalu jauh,

Sebodoh itukah kita,

Diperbudak oleh sesuatu yang tak pernah nyata

Aku melangkahkan kaki keluar dari pintu kedatangan. Bagiku, ini yang pertama kali merasakan udara Kuala Namo. Sebelumnya, untuk yang terakhir kali, aku melakukan penerbangan dari Bandara Polonia yang tersudut ditengah kota Medan.

Waktu selalu memberi kesempatan untuk berubah,

Seringkali perubahan itu bahkan tidak bisa diterima oleh manusia sendiri,

Seolah kita tak pernah meyakini,

Satu – satunya yang takkan berubah adalah perubahan itu sendiri

Pikiranku masih melayang di Pantai Kuta saat mengambil duduk disebuah café kecil untuk menyeruput secangkir kopi. Aneh rasanya, ketika menyadari bahwa tempatku berada sekarang adalah salah satu penghasil kopi terbaik di Indonesia, tapi mereka justru menawarkan kopi daerah lain, bahkan negara lain. Sebegitu pesimiskah kita pada milik kita sendiri, sebegitu memalukan, sehingga tak ada yang ingin membuat sesuatu menjadi kebanggan bagi dirinya sendiri.

Semua meja penuh, saat satu pelanggan lagi hadir di café itu. Aku tahu. Aku mengenal seragam yang dikenakannya. Seorang petugas bea cukai. Tingginya sekitar 180 Senti, kulitnya putih bersih, guratan wajah tampan ditambah tatapan mata yang teduh. Rupanya negara ini mulai membutuhkan orang – orang rupawan sebagai petugas sipil. Polisi, Camat, Gubernur, bahkan pernah seorang Presiden terpilih hanya karena ketampanannya.

Pria itu membawa nampan berisi kopi dan biskuit miliknya. Matanya mencari ke penjuru sudut café. Mencari tempat tersisa dalam ruang yang sudah penuh itu. Terlalu sesak, dan akhirnya menyadari tak ada satupun kursi kosong disana.

Kutawarkan kursi kosong dihadapanku. Dia enggan. Tapi akhirnya duduk juga sembari mengucapkan terimakasih basa – basi. Kini kami berhadapan, dipisahkan meja bundar, dua cangkir kopi dan biskuit. Tapi tidak ada kata lain yang terucap, sibuk dengan dunia masing – masing. Aku sesekali mengambil ponsel sekedar untuk melihat notifikasi, atau membaca berita. Dan pria itu, dia lebih sibuk dengan game bahkan kopinya mengering tanpa sempat diseruput.

Sebegitu candukah teknologi,

Manusia berhadapan namun tak bertegur sapa,

Semua dilakukan dengan pesan singkat saja,

Kita sebenarnya sedang hidup di dunia yang membuat kita mati

Malam semakin tersudut di Bandara. Aku masih menunggu saudara sepupu yang akan menjemput. Pria dihadapanku tadi, sudah berlalu lebih dari sejam sebelumnya. Aku coba lihat ponsel, coba membuat panggilan. Tak ada pemberitahuan, tak ada jawaban. Aku mulai jengah menyaksikan orang – orang yang lalu lalang di café. Aku putuskan keluar. Mencari taksi lebih baik daripada menunggu.

Aku tidak memperhatikan jalan didepanku ketika melangkah. Aku menabrak seseorang. Pria yang sama yang bersamaku dengan kopi tadi. Kami begitu dekat untuk sesaat. Dia menatap mataku, kubalas dengan tatapan yang sama. Aku takkan pernah kalah dengan intimidasi non – verbal seperti ini.Dia tersenyum, kemudian mengambil langkah memasuki café, aku keluar, tapi menoleh untuk melihatnya sebagai yang terakhir kali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun