Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Darurat Produksi Sinetron di Indonesia

2 April 2015   12:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:38 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Produksi televisi Indonesia masuk dalam tahap mengkhawatirkan, indikasi utama keadaan tersebut adalah dengan kembalinya serial asing di TV Nasional. Tidak mengherankan memang, sebab beberapa bulan lalu, semua mata (penikmat serial tv di Indonesia) dapat menyaksikan betapa suksesnya serial yang di Impor dari India bertajuk “Mahabrata” yang diikuti pula dengan suksesnya “Mahadewa” serta “Jodha Akbar” di Indonesia. Kesuksesan ketiga serial asing yang tayang di ANTV ini bukan tanpa alasan, Jenuh dan Bosan dengan sinetron Indonesia adalah penyebab utama penonton yang kebanyakan anak gadis dan ibuibu memilih berpindah ke hati yang lain.

PRODUCTION HOUSE MENGALAMI GAGAL PRODUKSI?

Menjadi sorotan adalah dengan bertenggernya sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang sudah melampaui angka lebih dari 1500 episode dan nyaris tanpa cerita, namun masih tetap ditayangkan di RCTI. Selain itu, distorsi cerita juga terjadi pada Emak Ijah Ingin Ke Mekkah yang masih ditayangkan di SCTV, meski secara kualitas kedua sinetron tersebut diatas bias dikatakan jauh dari sebutan layak tayang. RCTI dan SCTV adalah televisi papan atas nasional, mengherankan ketika kedua TV tersebut juga kelabakan dalam produksi TV.

Namun, kondisi tersebut tidak bisa disalahkan pada stasiun televisi yang pada dasarnya hanya menerima produksi dari Production House. Menariknya, ketika berbicara Production House, kita akan berhadapan dengan persaingan sengit untuk mendapatkan Rating dan Share yang tinggi.

Diawali dengan lengsernya ScreenPlay dari SCTV, menjadi pertanda akan vakumnya produksi TV selama beberapa saat kedepan. ScreenPlay yang semula berkuasa dengan sinetronsinetron andalan seperti “Love In Paris” kemudian “DiamDiam Suka” yang dilanjutkan dengan “DiamDiam Suka (CLBK)” harus rela tersingkir dari AS Production yang tampaknya lebih beruntung setahun belakangan. Sebenarnya ScreenPlay tampak ingin meraih kembali posisinya dengan menghadirkan “CantikCantik Magic” sayang, sinetron tersebut bertahan tidak sampai sebulan di TV.

Sinemart punya cerita lain, terkenal dengan bintangbintang yang luar biasa mahal, Sinemart justru terperosok semakin dalam dengan produksinya. Sebut saja salah satu slot tayangan yang semula milik Sinemart (pkl 17.0019.00) harus digantikan oleh MNC Pictures dengan kehadiran “Preman Pensiun”. Disamping itu, sinetron bertabur bintang “Jakarta Love Story” terlempar dari jam tayang prime time. Meski masih memiliki TBNH dan 7 Manusia Harimau yang sepertinya masih jadi andalan utama RCTI dan Sinemart, tapi tampaknya keadaan ini cukup membuktikan bahwa Sinemart juga sedang dihantui oleh sebuah kata Gagal Produksi.

Mungkin, AS Production adalah yang paling beruntung. Mengawali kehadirannya dengan “Emak Ijah Ingin Ke Mekkah” AS Production berhasil meraih gelar sebagai PH besar di Indonesia (melalui rating dan share). Persaingan “Emak Ijah…” dan “TBNH” beberapa tahun belakangan terasa cukup sengit, sebelum akhirnya “GantengGanteng Srigala” menjadi primadona baru di SCTV. Meski demikian, terlihat sekali bahwa AS Production sama sekali tidak mampu mengatasi keberuntungannya sendiri. Hal ini tercermin dari dua sinetron ASP yang mengandalkan adegan flashback untuk memenuhi jam tayang. GGS misalnya, seringkali harus mengulang adegan segmen sebelumnya di segmen berikutnya (alihalih tokoh membayangkan adegan tersebut) untuk memenuhi waktu tayang yang lebih dari satu jam. Begitu juga dengan “Emak Ijah…” yang seringkali mengalami jumping cerita dalam setiap tayangannya.

FTV YANG SUDAH KEHILANGAN JAM TAYANG

Yang paling mencolok adalah sejak 30 Maret lalu, anda tidak dapat menyaksikan FTV lagi di SCTV dan RCTI setiap pukul 12.30 WIB. Hal ini disebabkan dengan masuknya dua serial asing, dimana RCTI merasa perlu mengimpor serial dari Spanyol dan SCTV tampaknya ingin melawannya dengan serial dari Turki. Kedua serial asing ini, semakin menunjukkan bahwa dunia televisi hiburan di Indonesia sedang menghadapi Darurat Produksi. Dengan demikian pula, FTV yang biasanya nangkring dislot tersebut harus rela tersingkir ke jam tayang malam atau lebih pagi.

TV LAIN TIDAK JAUH BEDA

Darurat Produksi yang dialami RCTI dan SCTV, bukan tidak dialami oleh TV lain. Trans Tv dan Trans 7 yang semula dianggap menghadirkan harapan baru bagi dunia hiburan sepertinya menghadapi keadaan serupa.

Kedua TV milik Transcorp tersebut di jam prime time harus rela menayangkan rerun dari tayangan yang sudah pernah ditayangkan. Tidak jauh beda dengan TransCorp, Global Tv juga beberapa kali menayangkan Film Jadul yang itu itu saja untuk dinikmati penontonnya.

Indosiar dan MNC TV seakan lebih bijak dengan menawarkan program live yang disajikan kepada penonton. Dengan “KDI” yang diusung MNCTV yang secara jam tayang berhadapan langsung dengan “D Academy” milik Indosiar. Namun, perlu diketahui bahwa sejak lama, kedua TV ini memang perlu diacungi jempol untuk urusan tayangan live (jika RCTI tidak ada ajang pencarian bakat tentunya).

NET. Dan RTV memberikan tawaran yang lebih menyegarkan, namun sepertinya tidak akan banyak membantu. Penoton Net. Dan RTV bisa dikatakan segmented, terlebih dari cara penyajian tayangan, kedua TV ini dengan tegas memperlihatkan keinginannya untuk menghindari penonton ibuibu. Bagaimana tidak, sulit sekali untuk membayangkan ibuibu mau menonton “Olimpiade Indonesia Cerdas” yang disuguhkan RTV dijam prime timenya, sama sulitnya dengan dua sitkom NET. “Saya terima Nikahnya” dan “Tetanga Masa Gitu” yang menawarkan komedi cerdas, namun seringkali sulit untuk dicerna kepala (bahkan kaum muda sekalipun). Memang, tidak semua ibuibu akan menghindari NET. Dan RTV, tapi jelas sebagian besar kaum ibu pasti melakukannya.

PELAJARAN MENJADI LEBIH BAIK

Semoga, keadaan yang menggiring Production House menjadi darurat produksi bisa dijadikan pelajaran. Keadaan ini kemungkinan besar karena seluruh ide cerita sudah ditumpahkan dalam satu sinetron, hingga tidak ada ide lain untuk dieksplore di produksi lainnya. Semoga saja, dengan begini Rumah Produksi bisa move on dari satu serial yang mungkin menguntungkan, tapi harus diperhatikan juga kualitas tayang agar tidak terjadi distorsi cerita dan jumping tayangan.

SALAM HANGAT...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun