Oh tanah karo simalem... (Tanah karo yang mulia)
Inganta cio cilinggem... (Tempat tinggal dan berteduh)
Adalah potongan lirik lagu Tanah Karo Simalem, ciptaan Djaga Depari yang kemudian diakui sebagai "lagu kebangsaan" orang Batak Karo.
Menarik, pagi ini saya membaca kompasiana.com yang membahas tentang Ulos dari tanah Batak, kemudian saya membaca koran cetak KOMPAS juga memberi kanal khusus untuk membahas hal yang sama. Sebelumnya memang saya selalu membaca media online terlebih dahulu, kemudian membaca media cetak sambil ngopi nyantai dipagi hari.
Kompas walau tidak secara rinci, sedikit membahas mengenai Uis, Ulos atau apapun itu bentuk kain khas tanah Batak. Suku Batak yang terdiri atas lima sub suku, yaitu ; Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, dan Batak Mandailing. Sudah barang tentu, setiap sub suku ini memiliki ciri khas masing - masing dalam urusan pakaian adat dan kain tenunnya.
Disini saya akan membahas sedikit tentang kain tenun asal Batak Karo, yang menurut Kompas, penenun bukanlah orang karo lagi melainkan sudah orang batak toba yang tinggal di samosir, atau parapat.
Batak Karo memiliki dua kain tenun yang sering digunakan dalam acara - acara adat, yaitu Uis Nipes dan Beka Buluh. Uis Nipes adalah kain tipis, yang dipakai oleh wanita karo dalam menghadiri acara adat, kadang kain ini juga digunakan untuk beribadah ke gereja sebagai selendang pelengkap kebaya. Biasanya, Wanita akan menggunakan Uis Gara, yaitu salah satu jenis uis nipes bercorak terang dalam acara adat, atau acara lain yang bahagia, seperti pernikahan, natal dan lain - lain. Uis Gara ini kadang berwarna merah, ada juga yang berwarna orange, belakangan ada uis nipes yang berwarna ungu pula dan dipadukan dengan benang berwarna emas sebagai coraknya. Disamping itu, ada uis nipes lain yang berwarna hitam, walau kain ini sering juga digunakan untuk acara - acara bahagia, namun biasanya mayoritas wanita karo menggunakan kain ini di acara kematian, atau pengapul (menghibur keluarga yang ditinggal mati). Namun keberadaan uis nipes ini tidak hanya digunakan untuk selendang atau tudung (penutup kepala) saja. Ada kalanya uis nipes akan digunakan sebagai pelapis kampuh (sarung) yang digunakan oleh wanita diacara - acara tertentu. Untuk tudung (penutup kepala berbentuk segitiga) pun uis nipes digunakan secara sederhana, karena biasanya uis nipes yang digunakan sebagai tudung hanyalah diacara kematian saja.
Lain uis nipes, beda pula dengan Beka Buluh. Beka Buluh adalah kain tenun yang digunakan oleh pria, ukurannya lebih besar dari uis nipes dan lebih berat. Selain itu, beka buluh semuanya sama, berwarna dasar merah dengan tambahan list benang berwarna emas dikainnya. Beka Buluh digunakan oleh pria karo untuk acara - acara bahagia, seperti pernikahan, nggalari utang man kalimbubu dan lain - lain. Beka Buluh, digunakan sebagai bulang - bulang (penutup kepala) oleh pria karo saat acara pernikahan, biasanya yang memakai bulang - bulang ini adalah mempelai pria dan ayah dari kedua mempelai. Selain itu Beka buluh juga dilipat segitiga kemudian disematkan dipundak pria - pria tersebut. Beka Buluh juga digunakan oleh mempelai wanita dan ibu dari kedua mempelai, bukan sebagai selendang, melainkan sebagai lapis tudung yang dibuat dari kain berwarna hitam.
Disamping itu orang karo terkenal sekali dengan dua warna kebaya yang paling sering dipakai dalam acara adat. Wanita karo akan memakai kebaya merah terang saat hari pernikahan, dan akan memakai kebaya hitam pada hari kematian. Lebih daripada itu, orang karo juga terkenal suka memakai kampuh (sarung), biasanya wanita yang memakai ini, namun pria juga memakainya namun hanya menyematkan saja dipundak layaknya pengganti beka buluh.
Oh ya, ada kalanya uis nipes juga disebut ose, ose sendiri artinya adalah kain (uis nipes) yang sedang digunakan. Oseken artinya pakaikan.
[caption id="attachment_301186" align="aligncenter" width="657" caption="Pemakaian Uis Nipes dan Beka Buluh Pada Pengantin Di Tanah Karo"][/caption]