Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Kau Milik Yang Lain

18 Oktober 2014   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:32 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku melangkah ragu memasuki kelas baru itu, pun ditemani oleh seorang guru BP, tetap saja pikiranku tidak tenang. Namaku, Joe, terlalu sibuk menonton televisi membuatku sesungguhnya enggan untuk pindah sekolah, belum lagi cerita tentang bully terhadap siswa baru yang mengerikan itu, ditambah guru – guru yang mungkin saja tidak bersahabat. Kesibukan menonton televise juga yang membuatku harus pindah sekolah, ayah terlalu murka saat mengetahui prestasi akademikku menurun, alih – alih memperbaiki prestasi belajarku, ayah justru mengantarku kesebuah desa terpencil yang menurutku standar pendidikannya tidak lebih tinggi dari sekolahku sebelumnya. Tapi yasudahlah, aku bahkan tidak bisa menolak keinginan ayah yang dalam sekejap berubah menjadi Hitler abad 21 itu.

Memasuki ruangan kelas yang ternyata sedang belajar Bahasa Indonesia itu membuatku sedikit nyaman. Wajar saja, Bahasa Indonesia adalah pelajaran favorite buatku, apalagi bicara tentang puisi, drama, atau yang lain sebagainya, aku ahlinya sejak dulu. Dalam hitungan menit aku menjadi perhatian seisi kelas, bukan karena wajahku yang tampan, atau tubuhku yang ternyata lebih tinggi dari anak laki – laki lainnya. Hanya saja, aku berhasil membacakan puisi “Aku” milik Chairil Anwar yang melegenda itu. Bu Dewi seakan menemukan anak kesayangannya dikelas ini, yaitu diriku, berlebihan memang, tapi aku sadar bahwa aku sudah berhasil menyingkirkan siapapun dikelas ini dalam Bidang Bahasa Indonesia!

“Aku Randy…” seorang anak menyodorkan tangannya untuk berkenalan denganku saat jam istirahat tiba. Segera kuraih tangan itu, setidaknya aku bias dapat satu teman baru hari ini pikirku. Hanya butuh sekian detik bagi Randy untuk mengajakku ke perpustakaan, dan bertemu dengan dua orang temannya dari kelas yang berbeda.

Setelah duduk berhadapan dengan Randy bersama dua siswi cantik dari kelas lain pikiranku mulai merayap tidak jelas. Aku mulai curiga dengan pertemuan ketiga orang ini, setidaknya dengan bahasan yang mereka bicarakan, aku mulai menyadari bahwa ketiga orang ini adalah pengurus OSIS SMP. Woww… hari pertama saja aku sudah duduk bersama orang – orang penting pikirku naïf.

Setelah perkenalan yang cukup singkat, aku akhirnya mengetahui nama kedua gadis dihadapanku saat ini. Satu diantaranya sangat cantik, namanya Monic, kulitnya putih bersih, anaknya pintar, dan, aku tidak berhenti memandanginya. Sedang satu yang lain, berkulit lebih gelap, namun manis, namanya Anggi, saying saja mataku sudah terlalu terfokus kepada Monic, hingga aku nyaris melupakan Anggi yang duduk disebelahnya.

“Jadi bahan ini yang akan kita buat di mading minggu ini?” kata Randy menunjukkan beberapa bahan yang sepertinya siap untuk ditempel itu. Monic dan Anggi memperhatikan bahan mading itu, kemudian keduanya mengangguk setuju. Tampaknya aku mulai tak tau diri, saat meminta bahan madding yang sudah disetujui oleh tiga orang itu.

“Norak!!!” kataku, saat Randy menyerahkan mading yang belum tertempel itu padaku. Aku menyadari ekspresi terkejut dari tiga orang ini, dan aku bergeming, tetap pada pendirianku bahwa Mading itu tidak layak edar.

“Pilihan warnanya kampungan, gambarnya terlalu menjiplak, tidak ada ramalan zodiac, sebenarnya kalian bikin Mading untuk anak remaja atau anak TK sih?” kataku tanpa tedeng aling – aling.

“jadi harus gimana?” kata Monic menyambut perkataanku. Aku lagi – lagi termangu mendengar suara gadis itu.

“Biar aku selesaikan dalam sehari” kataku singkat.

Ternyata pembicaraan kami di perpustakaan saat itu sangat cepat menyebar keseluruh sekolah. Sekolah yang memang terdiri dari SMP dan SMA itu geger dengan munculnya anak baru, masih SMP dan kurang ajar, yaitu diriku. Aku seperti baru saja membangunkan macan – macan yang sedang tidur nyenyak dikandangnya. Setidaknya dalam hari pertama aku berada disekolah baru itu, aku sudah menjadi pusat perhatian seisi sekolah tersebut.

Keesokan harinya, aku menunjukkan hasil revisi mading yang aku buat. Dengan Karton merah, ditempeli Puisi “Penerimaan” milik Chairil Anwar, ditambah dengan Kisah Romeo dan Juliet Karya William Shakspare yang aku jadikan cerita bersambung, ramalan zodiac yang memang menjadi favorite remaja, dan beberapa potongan Koran berita, aku sajikan disana.

“Wow… kami bahkan tidak pernah terpikirkan untuk membuat seperti ini” pujian dari monic membuatku terbang melayang. Dalam sekejap, aku menjadi bersahabat dengan Monic, dan aku tidak menyia – nyiakan kesempatan untuk mendekatinya.

Namaku yang sudah tenar sejak hari pertama bergabung disekolah ini tak luput dari sorotan guru – guru. Dan gossip mengenai diriku dan Monic pun mulai menghiasi bibir gadis – gadis rumpi disekolah.

“Monic itu kan pacarnya randy, masa iya sih PDKT sama joe?” kata seorang gadis di kantin, yang sepertinya tidak sadar kalau disitu ada aku. Seketika hatiku runtuh, ternyata Monic dan Randy berpacaran. Alih – alih cemburu yang begitu dahsyat, aku justru semakin dekat dengan monic sebagai sahabat. Kebetulan, Randy adalah anak asrama, jadi anak itu tidak bias mengantarkan Monic pulang, sehingga aku leluasa berduaan dengan Monic saat pulang sekolah.

Kedektanku dengan Monic, mau tak mau sampai juga ketelinga Randy, walau tubuhnya lebih pendek dariku, tetap saja aku enggan untuk baku hantam hanya karena seorang wanita.

“kalau kau suka sama monic, ambil aja” kata – kata Randy membuatku sedikit terkejut. Walaupun sehari sebelumnya aku pernah bicara dengan Dimas, seorang siswa lain yang juga suka dengan Monic. Menurut Dimas, Monic hanyalah ajang taruhan antara dirinya dan Randy, awalnya aku tidak percaya, hingga perkataan itu meluncur dari mulut Randy.

Kisah antara Monic dan Randy memang tidak berjalan mulus pada akhirnya. Mereka putus dipenghujung tahun kami sebagai siswa kelas satu SMP. Aku pun mulai menyiapkan diri untuk menyatakan cinta kepada Monic. Ratusan surat mulai kutulis, mulai dari puisi Khalil Gibran sampai puisi peperangan bersatu padu menjadi ringkasan romantic. Tapi, tetap saja aku tidak ada nyali untuk menyatakan perasaanku kepada Monic.

Dikelas Dua SMP, Randy, Monic dan Aku duduk dalam kelas yang sama. Sama – sama berada dikelas unggulan ternyata membuat persaingan antara Monic dan Randy memanas, untuk memperebutkan predikat siswa terpintar. Aku mencium bau dendam sang mantan dalam persaingan itu, pun begitu aku tidak terlalu ikut campur dengan urusan mereka berdua, pikiranku justru bergelut pada pria – pria yang ternyata sudah mengantri untuk menjadi pacar Monic.

“Aku menyayangimu…” perkataan itu akhirnya keluar dari mulutku saat berdua bersama Monic dibawah gereja dengan rintik hujan.

“aku udah jadian sama Ronald…” Boommm… perkataan itu kurang lebih sama artinya dengan aku terlambat.

“tapi kita masih bisa sahabatan kan?” kata monic melanjutkan perkataannya. Aku hanya mengangguk lesu, kuambil bola basket yang dipegang Monic, lalu berlari ketengah lapangan basket dan mulai bermain sendiri, bersama hujan yang semakin deras. Mataku bahkan tak sanggup untuk melihat Monic kala itu, aku gagal memilikinya hanya karena waktu.

Hari berganti, waktu terus berjalan, cintaku pada monic semakin besar, walaupun ia kini bersama seorang lain tapi aku masih bertahan.

“kamu mau kuliah jurusan apa nanti?” kataku pada monic disela – sela pelajaran olahraga. Monic dan Aku memang lebih banyak menghabiskan waktu berdua, tentunya saat monic tidak bersama Ronald.

“Jurusan hukum, kayak ayah… kalau kamu?” kata monic, tanpa piker panjang.

“Sama dong, aku mau kuliah jurusan hukum di UGM” kataku mantap. Lalu pembicaraan kami berlanjut mengenai masa depan yang indah. Tidak sekali kami membahas menyoal cita – cita, bahkan setiap berduaan, kami pasti membicarakan hal yang sama. Monic yang ingin menjadi Jaksa seperti ayahnya dan aku yang ingin menjadi seorang pengacara hebat. Kisahnya selalu berulang, namun kami tak pernah bosan.

Namun, satu peristiwa, membuat aku dan monic akhirnya bersebrangan. Hari demi hari selalu dilalui dengan pertengkaran, hingga tak jarang kami berdua harus menghadap kepala sekolah karena pertengkaran – pertengkaran kami.

“Cinta itu tidak ditunjukkan dengan kemesraan yang berlebihan” kataku saat itu, saat Ronald merebahkan kepalanya dipangkuan Monic. Kesal ditambah cemburu, bercampur menjadi satu, membuatku tidak memikirkan lagi apa yang harus aku katakana. Dan sejak saat itu, aku selalu bertengkar dengan Monic.

“hati – hati loh, nanti jadi jodoh” kata bu dewi saat melihatku berdebat dengan monic.

“Lebih baik jomblo seumur hidup bu…” kataku saat mendengar perkataan bu dewi itu. Sedang Monic hanya mendumel tidak jelas.

Sehari setelah pembicaraan dengan bu dewi, aku mendengar kabar Monic putus dengan Ronald. Monic sebagai siswi tercantik disekolah memang selalu menjadi bahan berita disekolah. Hingga akhirnya Anggy menawarkan diriku untuk menyatakan cinta kepada Monic, hanya saja saat itu aku dan Monic memang sedang dalam perang dingin yang hebat, aku pun tidak mau menjilat perkataan yang kulontarkan sehari sebelumnya.

Tapi waktu akhirnya melumpuhkan juga permusuhanku dengan Monic. Monic dan Aku sepakat untuk kembali bersahabat. Dan kali ini aku sudah siap untuk menyatakan cinta untuk kedua kalinya kepadanya. Setidaknya sudah tiga bulan sejak ia putus dari Ronald, dan aku tahu aku punya kesempatan kedua.

“Aku sekarang lagi sama Andre…” lagi – lagi Monic menolak, karena ia ternyata sudah menjadi pacar orang lain. Dan sekali lagi aku patah hati karenanya.

Persahabatanku dan Monic memang berjalan dengan baik, bahkan hingga ia putus dengan Andre dan akhirnya berpacaran dengan Putra. Aku memang masih memendam rasa untuknya, tapi aku benar – benar menunggu saat yang tepat untuk mengutarakan perasaanku pada Monic. Setidaknya saat ia sudah bukan milik orang lain lagi.

Dan benar saja, perasaanku pada Monic memang masih tersimpan bahkan setelah lima tahun kami lulus dari SMP. Dan aku pun masih mengharapkan Monic adalah benar – benar jodohku, mungkin aku takkan bias jadi pacarnya tapi aku bias jadi suaminya pikirku.

Aku memang tidak jadi kuliah dijurusan hukum, sama dengan Monic yang akhirnya mengambil jurusan Ekonomi sebagai bidangnya. Arah jalanku dan monic memang tidak seperti apa yang kami cita – citakan saat SMP. Walaupun begitu, aku tahu bahwa waktu akhirnya akan berpihak kepadaku.

Lima tahun lamanya berpisah, dan akhirnya dipertemukan kembali dalam sebuah reuni SMP. Aku sudah mempersiapkan segalanya untuk Monic. Dengan bunga mawar merah, aku yakin kali ini tidak aka nada lagi yang menghalangiku untuk mendapatkan cinta monic. Kusetir mobil, menuju tempat reuni, saat sudah yakin bahwa tampilanku cukup sempurna sebagai seorang pria yang akan mendampingi Monic dalam susah maupun bahagianya.

Aku masuk kedalam gedung, tempat reuni diadakan, kulihat Monic yang masih cantik, mengenakan gaun hitam, dan rambut yang dibiarkan terurai. Tubuhnya sedikit gemuk, tapi cintaku sudah tidak memandang fisik lagi, walau wajahnya sedikit lebih chubby, tapi cintaku masih sama besarnya.

Kedekati monic yang sedang bercengkrama dengan Anggy dan teman – teman lama lainnya itu. Kupandangi Monic untuk sesaat, hingga akhirnya tepukan Randy dipundakku menyadarkannku.

“hey joe…”

“Oh, randy…!!!” Aku menjabat tangan randy dan memeluknya hangat.

Randy mulai menjabat satu persatu yang berkumpul disana. Dan obrolan ringan pun dilanjutkan.

“Oh iya, monic… suamimu kok gak diajak?”

Boom…!!! Kali ini aku benar – benar runtuh, ucapan dari Randy itu tidak butuh penjelasan yang panjang untuk mengatakan bahwa Monic sudah menikah. Jangan – jangan gendutnya juga karena…

“aku cukup bawa baby aja…” kata monic, memperjelas apa yang sedang ada dipikiranku.

Yah, Monic sudah menikah, dan aku sepertinya termakan sumpah, karena hingga dua tahun pernikahan monic aku masih saja betah menjomblo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun