Sudah tahu faktor utama krisis moneter Indonesia pada rentang 1997 - 1998? Ya! Jawabannya adalah hutang! Ironisnya, setelah enam belas tahun berlalu industri perbankan tampaknya tidak terlalu perduli menyoal hutang - hutangan, yang penting bank jalan terus.
Pelajaran terbaik harusnya didapatkan dari krisis amerika, pada tahun 2008 dimana disebutkan faktor utamanya adalah kredit macet. Memang antara "hutang" 97/98 dan "kredit macet" adalah dua hal yang berbeda, namun tetap saja pada prinsipnya adalah sama! sama - sama hutang.
Masalah dasar terletak pada industri perbankan sendiri, yang terkesan seenaknya saja memberikan kredit tanpa agunan, baik secara cash ataupun melalui kartu kredit. Anda mungkin tidak bisa lupa, kalau syarat kartu kredit hanyalah fotocopy ktp, slip gaji, dan fotocopy npwp. Kemudian data yang paling dibutuhkan adalah, data pekerjaan anda, data krabat dekat untuk dihubungi dalam keadaan darurat, dan data anda sendiri tentunya. Celakanya, untuk pembuatan kartu kredit yang dijajakan di mall - mall, anda bahkan nyaris tidak perlu memberikan slip gaji, yang penting data pekerjaan anda lengkap.
Persyaratan untuk menimbun hutang ini, sedikit lebih ringan daripada untuk membuka rekening tabungan di bank. Untuk membuka rekening tabungan, jika KTP anda bukanlah KTP yang diterbitkan oleh disdukcapil dimana anda akan membuka tabungan, maka anda wajib untuk menyertakan surat keterangan domisili. Selain itu, anda juga masih harus memberikan fotocopy NPWP sebagai dokumen lainnya.
Sedang untuk membuat NPWP, anda haruslah orang yang benar - benar memiliki penghasilan. Artinya, bank juga mensyaratkan anda untuk berpenghasilan jika ingin membuka rekening baru.
Mari bandingkan kedua persyaratan dalam pemberian hutang dan penyimpanan dana tersebut :
1. NPWP cukup mudah didapatkan, bila anda tidak membawa slip gaji atau surat keterangan bekerja ke KPPP, maka anda cukup memberikan surat pernyataan yang kemudian harus ditanda tangani diatas materai. Artinya pembuatan NPWP sama sekali bukan masalah, untuk membuka rekening baru ataupun mengajukan kartu kredit.
2. Surat Domisili bisa anda dapatkan dengan dua cara, yaitu : anda harus benar - benar berdomisili di daerah yang dimaksud, dikenal oleh setidaknya tetangga dan anda harus punya krabat yang ketua RT atau RW setidaknya ada krabat yang mau menjaminkan kepada Ketua RT bahwa anda benar - benar tinggal didomisili yang dimaksud. Jika tidak, maka anda harus merogoh kocek agar dapat memiliki surat domisili tersebut. Sayangnya hal ini pun relatif semakin sulit dilakukan, dimana biasanya pihak bank benar - benar mengecek ke domisili anda.
3. Slip Gaji/Surat Keterangan Bekerja berbeda dengan rumitnya surat domisili, slip gaji atau surat keterangan bekerja justru dapat dengan mudah anda dapatkan. Contohnya sudah terlalu banyak di google.com untuk kemudian diperbaharui. Soal nomor telepon kantor, anda bisa menggunakan nomor CDMA yang "kepalanya" sama dengan nomor telepon rumah/kantor. Anda juga bisa bekerjasama dengan pihak HRD anda, untuk menaikkan angka gaji anda, meski seharusnya hanya 1.350.000,- anda bisa mengatrol sampai 3.500.000,- dengan deal - deal tertentu dengan bagian financial anda. Cukup mudah bukan?
Artinya dengan memberikan data fiktif, anda bisa memperoleh pinjaman. Sedang untuk menabung anda harus menggunakan data real.
Satu hal menarik lagi, jika anda sudah memiliki kartu kredit (minimal 3 bulan - 1 tahun) anda bisa dengan mudah mendapatkan Kredit Tanpa Agunan atau Kartu Kredit dari Bank Lain.
Pertanyaannya adalah ; Apakah anda tidak merasa sedang dididik untuk berhutang? Lalu bagaimana cara membayarnya?
Catatan Penting : Jika suatu saat kredit anda macet, bersamaan dengan jutaan masyarakat Indonesia lainnya. Maka anda dan pihak bank adalah orang - orang yang paling bertanggung jawab atas krisis ekonomi...
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H