Selain pemaparan di atas, ternyata ada yang membedakan antara toleransi agama dan toleransi sosial agama. Seperti Sidi Gazalba (Dialog antara Propogandis Kristen dan Logika) mengatakan agama tidak keberatan (toleransi) sama agama lain. Itu yang beliau maksud dengan toleransi agama. Sementara toleransi sosial agama, pemeluknya menerima perbedaan keyakinan antara umat beragama.
Terkait menghakimi agama lain, Al Qordhowi mengatakan hal inilah yang dapat menimbulkan permusuhan bahkan mengundang terjadinya pertumpahan darah antara umat beragama. Karena setiap agama pasti mendoktrin bahwasanya agamanya yang paling benar. Oleh karenanya untuk mengatasi hal tersebut tidak cukup dengan toleransi saja. Tapi perlu adanya pengenalan dan konkow bareng terhadap perbedaan itu sendiri.
Terlepas dari perbedaan di atas, agar tidak terjadi pertikaian antara umat beragama, hendaknya bagi pihak yang intoleran berbasis pada etika dan nilai-nilai yang luhur. Keintoleransian itu juga tidak mengapa dalam akidah, asalkan rivalnya sudah memahaminya dengan pemahaman yang dilakukan lewat pencerahan, sosialisasi dan konkow bareng. Dan pada akhirnya jadilah ia makna toleransi yang sesungguhnya.
Dari tulisan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya batasan toleransi dalam Islam hanya pada bagian akidah saja dan bertumpu pada dua pendapat; antara pro dan kontra dengan berbagai argumen yang telah dipaparkan di atas. Lalu, bagaimana dengan mengucapkan selamat tahun baru Masehi? Berdasarkan dua kubu tadi, maka tak lepas dari ada yang menoleransi dan tidak sama sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H