Mohon tunggu...
Damri Hasibuan
Damri Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Yang haus akan ilmu itu adalah para penuntut ilmu itu sendiri

Tulislah, maka kamu akan mengabadi!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Harus Dilakukan Orangtua Ketika Anaknya Menghafal Al Quran?

16 Januari 2022   17:57 Diperbarui: 16 Januari 2022   18:13 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sangat beruntung bagi orangtua ketika ada anaknya yang ingin menghafal Al Qur'an walaupun mereka sendiri tidak hafal. Apalagi  keinginan itu tumbuh dari anak atau timbul dari kedua-duanya; anak dan orangtua. 

Kalau keinginan itu tumbuh dari anak dan orangtua, biasanya tidak dijumpai banyak kendala dalam perjalanan menghafal Al Qur'an. Kalau enggan berkata, proses hafalnya dan menjaganya akan terus langgeng hingga hari kiamat.

Bagaimana kalau keinginan itu, berasal dari satu pihak. Hanya dari orangtua saja. Apakah si anak bisa hafal? Apa yang harus dilakukan orangtua agar hafalan nya bisa berjalan lancar? Ditambah lagi pengetahuan orangtua terhadap dunia penghafalan itu sangat-sangat minim. 

Seringkali kita jumpai kondisi seperti tadi. Itulah dalam dinamika menghafal Al Qur'an. Tak lepas dari perhatian dan pantauan yang maksimal.

Dalam menghadapi anak yang belum tumbuh rasa keinginannya dalam menghafal Al Qur'an, yang pertama kali dilakukan orangtua adalah harus kroscek diri dulu. 

Barangkali pemicunya ada pada orangtuanya sendiri. Karena pada dasarnya anak itu, suka ikut kebiasaan orangtua. Kalau orangtua rajin salat, anaknyapun akan rajin. Kalau orangtua senang memberi, suatu saat akan menurun sifat kedermawanan nya sama anak.

Begitupun sebaliknya. Kalau orangtuanya tidak rajin baca Al Quran, gimana anak mau rajin. Jika orangtua bangun subuhnya telat, maka biasanya anaknyapun akan bangun telat. Dan seterusnya. Kalau pun ada yang bertolak belakang dengan kebiasaan keduanya, antara anak dan orangtua, itu sangat langka terjadi. Misalnya si anak baik, sementara orangtuanya jahat. Ataupun sebaliknya.

Kalau orangtua sudah kroscek, dan ternyata memang jauh dari Al Qur'an, maka orangtua segera Moove on dari kebiasaan buruknya. Dari malas baca Al Quran menjadi rajin baca. Dari rajin, menjadi lebih rajin lagi baca Al Quran nya. Tunjukkan di depan anak bahwasanya orangtua patut jadi teladan bagi anaknya. Sehingga dengan demikian sang anak, akan lebih mudah diajak untuk ikut menghafal Al Qur'an.

Ketika anak sudah melangkah untuk menghafal Al Qur'an, orangtua tetap konsisten dalam muhasabah memperbaiki diri tadi. Jangan sampai ketika anak memulai, eh malah orangtua berhenti memperbaiki dirinya. 

Teruslah perbaiki diri orangtua agar anak, dalam perjalanan panjangnya, tidak terhenti oleh orangtua. Tentunya agar tidak sempat terjadi, dan memang tidak diinginkan terjadi, maka orangtua kudu benar-benar konsisten dan komitmen terhadap perbaikan yang tadi.

Berikutnya orangtua tidak boleh minder sama anak. Meskipun anak sudah banyak hafalannya, orangtuanya tidak boleh merasa sungkan untuk menegurnya  kalau misalnya anak lalai dalam memuroja'ah hafalannya. Makanya sebisa mungkin orangtua tidak boleh kalah semangat dari anak. Kalau hasil boleh kalah karena paktor usia, tapi semangat harus berani bersaing. 

Pada proses menghafal Al Qur'an, orangtua seharusnya mendapingi anaknya sebisa mungkin. Begitupun dalam muroja'ah hariannya. Karena hal ini, anak akan merasa dirinya diperhatikan oleh orangtuanya. Sehingga dia tidak berani mencoba untuk lalai pada saat menghafal ataupun muroja'ah. 

Hal tersebut orangtua bisa lakukan dengan senyamannya anak. Jangan sampai gegara perhatian orangtua yang berlebihan, justru konsentrasi anak buyar. Jadi, pendampingan itu butuh penyesuaian porsinya. Tergantung situasi dan kondisinya anak. Setiap anak, pasti beda. Sesuaikan porsinya dengan usia anak.

Orangtua bisa mempelajari hal tersebut seiring berjalannya waktu. Karena yang namanya menghafal sangat membutuhkan banyak waktu, jadi tidak mungkin orangtua punya metode pandampingan satu atau dua saja. Tidak mungkin. Harus banyak belajar dan belajar sehingga anak betahan tidak mudah bosan di rumah, dalam menjalani hari-hari nya dengan Al Qur'an. 

Tidak sedikit orangtua yang mengikutkan anaknya pada program tahfizh yang terlalu menggampangkan buat anak. Ketika orangtua melihat anaknya megang Al Qur'an, orangtua sudah keburu senang. Sementara belum tentu si anak, benaran megang buat menghafal. Bisa jadi megangnya itu pas kebetulan diperhatikan. Kalau tidak lagi diperhatikan anak kembali megang hapenya atau buku cerita nya. Orangtua tidak tahu dibalik itu. 

Kasus yang lain, anak memang benaran baca Al Quran dan lagi menghafal. Tapi saat mendengar bacaan anak, orangtua awam sama bacaan anaknya. Karena orangtua sendiri awam. Tidak bisa menilai anak dalam hal ini. Jadi, butuh konsultasi sama ahlinya terlebih dahulu. Apakah bacaan anaknya masih butuh perbaikan atau tidak? Karena pada dasarnya, sebelum mulai menghafal, yang harus ditempuh si anak terlebih dahulu adalah memperbaiki bacaan. Sampai benar-benar bacaannya enak dari segi tajwidnya.

Selain ketika bacaan anak sudah baik, orangtua juga ikut memperhatikan apakah hafalan anaknya lancar. Kebanyakan orangtua awam tidak tahu patokan kelancaran itu seperti apa. Padahal kalau mereka menyadari saat mendengar murottal dari qori'-qori' terkenal, itu adalah bisa jadi patokan kelancaran hafalan. Atau kalau terlalu jauh kesana, setidaknya ketika anak disuruh baca perjuz, bisa baca tanpa melihat Al Qur'an. 

Jangan sampai ketika anak sudah setor banyak juz, tapi malah tidak ada yang lancar. Ketidak lancaran hafalan anak karena banyak paktor. Tapi, yang paling sering terjadi karena kurang muroja'ah. 

Bisa juga karena kualitas setorannya kurang bagus. Atau kadang karena dorongan dari keinginan anak untuk setor terus tanpa memperhatikan muroja'ahnya. Kendati banyak alasan yang menyebabkan ketidak lancaran hafalan anak, namun yang paling mendasar adalah kurang profesional antara muroja'ah dengan setorannya.

Orangtua harus ikut tahu, seberapa banyak yang harus dimuroja'ahin anak perhari, agar bisa memberikan pantauan baik. Begitu juga dengan hafalannya. Bahkan kalau memungkinkan, orangtua dan anak ikut serta dalam muroja'ah hafalan anak. Si anak membaca tanpa melihat lalu orangtua menyimak hafalan anak. 

Dengan cara seperti ini, hafalan anak bisa lebih lancar dan percaya diri. Asal konsisten dan komitmen, anak akan cepat menyelesaikan hafalannya. Dan juga akan berdampak keorangtua. Bisa-bisa orangtua hafal tanpa sengaja hafal karena seringnya membaca dan menyimak hafalan anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun