Keempat, perbincangan Ambalat dihantui oleh paranoid Sipadan-Ligitan. Ambalat jangan sampai bernasib sama dengan hilangnya Sipadan dan Ligitan, demikian konon kata para pengamat. Kembali ke soal hakekat Ambalat, bahwa dasar laut bernama Ambalat ini bukan pulau. Soal Ambalat bukan soal hilang atau memperoleh, tapi soal dimana garis batasnya. Ambalat bukan soal siapa “pemilik tanah”, tapi soal dimana batas “tanah” Indonesia dan Malaysia. Dalam agenda hukum internasioal, soal kepemilikian pulau adalah soal “title to territory” sedangkan soal batas adalah soal “maritime delimitation”. Norma-norma internasional yang mengatur tentang status pulau (Sipadan-Ligitan) dan yang mengatur soal batas maritim (Ambalat) sangat berbeda. Menyamakan Ambalat dengan Sipadan-Ligitan hanya akan menghasilkan analisa yang keliru dan kesimpulan yang salah sasaran. Misalnya, menjadi aneh jika pengamat menyarankan TNI AL menghalau semua kapal asing yang sedang hilir mudik di perairan Ambalat untuk menunjukkan effective control. Aneh karena terhadap landas kontinen yang perlu dihalau bukan kapal yang sedang berlintas melainkan kapal-kapal yang sedang melakukan penambangan (drilling). Saran yang pas adalah, mengusir semua perusahan asing yang melakukan penambangan minyak di blok ini. Tapi, apa ada perusahaan asing saat ini yang berani melakukan itu?
Kasus Sipadan-Ligitan bukan referensi yang pas untuk membahas Ambalat. Soal kasus ini ternyata punya distorsi sendiri, yang bakal panjang uraiannya. Tapi publik juga perlu bertanya seperti ini: “Mengapa kedua Pulau ini tidak dimasukkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957, namun di klaim oleh Indonesia pada tahun 1969?” Sejarah menceritkan bahwa pada saat bangsa ini telah tuntas menutup semua pulau-pulau terluar melalui Deklarasi Djuanda 1957 dengan garis pangkal kepulauan, namun tiba-tiba tahun 1969 menemukan ada dua pulau “tercecer” berada diluar garis pangkal, dan ujug-ujug mengklaimnya. Jika fakta ini disepakati, apakah RI kehilangan pulau atau mencoba memperoleh tambahan pulau?
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H