Mohon tunggu...
Nurul Adiningtyas
Nurul Adiningtyas Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog/Dosen

Clinical psychologist, lecturer, and just another internet addict.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dukungan Psikologis Awal terhadap Kekerasan Seksual pada Anak dengan Membangun Komunikasi Positif

28 Juni 2023   11:49 Diperbarui: 11 September 2023   11:21 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, Indonesia memgalami darurat kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. 

Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Oleh sebab itu, Dr. Arie Suciyana Sriyanto, M.Si, Nurul Adiningtyas, M.Psi, Psikolog dan Riblita Damayanti, M.Psi, Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana (UMB), mengangkat tema "Dukungan Psikologis Awal terhadap Kekerasan Seksual pada Anak dengan Membangun Komunikasi Positif" dalam acara Seminar Parenting PAUD Al-Irsyaad, Joglo, untuk menjadi kegiatan Program Pengabdian Masyarakat (PPM) skema internal sebagai salah satu kegiatan tri darma perguruan tinggi mereka.

Dalam keterangan tertulisnya pada media, Riblita Damayanti yang memberikan materi tentang Psikoedukasi Kekerasan Seksual pada Anak menuturkan bahwa kekerasan seksual pada anak terjadi ketika orang dewasa memanfaatkan kepolosan anak untuk memuaskan hasrat seksualnya.

Ada beberapa jenis kekerasan seksual pada anak, non-touching abuse seperti pornografi atau berkomunikasi secara seksual dengan anak melalui telepon atau internet, dan touching abuse yaitu kekerasan seksual dengan kontak fisik seperti berciuman hingga hubungan seksual.

Riblita menyampaikan bahwa semua anak memiliki resiko untuk menjadi korban kekerasan seksual, namun anak-anak yang tertutup dan memiliki banyak kebutuhan yang tidak terpenuhi lebih rentan menjadi korban.

 "Anak biasanya bingung untuk melapor karena mereka tidak mengerti bahwa apa yang menimpa mereka adalah sebuah tindak kejahatan," jelas Riblita. "Apalagi, di Indonesia ini masih tabu untuk membicarakan masalah yang berkaitan dengan seksualitas sehingga Anak juga mengalami kebingungan untuk melapor kepada orang tuanya," imbuhnya.

Nurul menambahkan bahwa kesulitan dalam mengidentifikasi anak korban kekerasan seksual dikarenakan pelaku kekerasan seksual biasanya adalah orang-orang yang dikenal oleh anak. 

Dalam paparannya yang berjudul Psikoedukasi tentang Sexual Grooming pada Guru dan Orang Tua di Lingkup PAUD Al-Irsyaad, Nurul menjelaskan bahwa kekerasan seksual pada anak sangat jarang dibarengi dengan tindakan atau ucapan yang bersifat mengancam. Predator seksual biasanya memupuk hubunbgan dengan calon korban melalui proses yang disebut dengan grooming.

"Melalui grooming, pelaku membangun kepercayaan dan hubungan emosional dengan korban yang ditargetkan untuk memanipulasi mereka," tutur Nurul.

Tidak hanya pada anak saja, Nurul menjelaskan bahwa terkadang pelaku juga melakukan grooming pada keluarga sehingga ia mendapatkan kepercayaan keluarga yang berarti ia memiliki akses yang lebih luas terhadap korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun