Beragam format media dan informasi yang diberikan diintegrasi melalui tautan atau link yang digunakan untuk berpindah dari satu format media ke media lain. Inilah mengapa praktik jurnalisme multimedia cenderung dalam jaringan (daring).
Logika Media
Konsep logika media dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik profesional media online dalam hal tertentu. Misalnya bagaimana mereka mendeskripsikan dan mengevaluasi sendiri kompetensi, atribut, dan fitur mereka.
Dalamnya dengan istilah "Multimedia", Mark Deuze (2004) dalam artikelnya dengan tajuk "What is Multimedia Journalism?"Â memberikan penjelasan soal tiga elemen penting logika media.
- Institutional Perspective: Sesuai dengan namanya, perspektif kelembagaan erat kaitannya dengan bagaimana pelaksanaan atau penyelenggaraan institusi media. Mulai dari kerjasama dengan pihak jurnalis maupun non-jurnalis, cross-media dalam kaitannya dengan proyek pemasaran dan manajemen tertentu, bagaimana membentuk strategi penelitian serta pengembangan, dan beberapa hal lain seputar peraturan industri hingga serikat pekerja.
Producer or user perspective: Perspektif ini berkaitan dengan kompetensi budaya melalui sudut pandang pengguna maupun produsen berita. Kecepatan publikasi oleh jurnalisme multimedia yang tidak didukung dengan proses verifikasi membuat elemen ini menjadi rancu.
Technological & Organizational perspective: Elemen logika multimedia terakhir terletak pada perspektif teknologi dan organisasinya. Cakupan elemen ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan teknis dalam organisasi. Teknis yang dimaksud mulai dari anggaran, cara kerja secara individu maupun grup, dan sebagainya. Hal-hal inilah yang menjadi elemen penting terakhir dalam logika media.
"Multimedia" Tidak Sesempurna Kedengarannya
Jurnal Mark Deuze (2004) juga menjelaskan bahwa "multimedia" berdampak pada praktik dan persepsi diri jurnalis. Lebih jauh bahkan terkait bagaimana proses ini membentuk dan memengaruhi munculnya identitas profesional jurnalisme multimedia.
Mengapa demikian? Hal ini kembali lagi karena proses verifikasi dalam praktik jurnalisme multimedia masih sangat minim. Saat ini, media yang menggunakan dua format media saja sudah cukup kewalahan dengan derasnya arus informasi, apalagi jika harus lebih dari dua, bukan?
Jurnalis harus memanfaatkan waktu lebih baik untuk mengerahkan kemampuan dan tenaganya dalam proses penulisan berita. Mulai dari pengumpulan informasi, proses verifikasi, hingga pengemasannya.
Inilah mengapa di Indonesia praktik jurnalisme multimedia masih belum maksimal. Biasanya proses praktik jurnalisme multimedia akan memakan waktu lebih banyak daripada jurnalisme pada umumnya.
Hal ini tentu dapat menjadi mata pisau ganda bagi konsumen informasi atau masyarakat. Kita, sebagai makhluk yang butuh bertahan hidup melalui informasi, harus turut memastikan sendiri apakah informasi yang diterima sudah benar atau belum.
Minimnya verifikasi dari pihak jurnalis maupun media, memaksa kita mencari tahu lebih lanjut dari sumber yang juga terpercaya soal kebenaran berita tersebut. Jadi, jurnalisme multimedia yang terlihat sebagai pengembangan belum tentu sempurna juga, bukan?