Mohon tunggu...
Damar Nugroho
Damar Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

mempunyai hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengkritisi Penghapusan Ujian Nasional dalam Kurikulum Merdeka: Langkah Maju atau Mundur?

30 Desember 2024   10:39 Diperbarui: 30 Desember 2024   10:39 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penghapusan Ujian Nasional (UN) dalam Kurikulum Merdeka merupakan salah satu langkah besar dalam reformasi pendidikan Indonesia. Kebijakan ini bertujuan mengurangi tekanan pada siswa, sekaligus menciptakan ruang pembelajaran yang lebih bermakna dan relevan. Sebagai penggantinya, Asesmen Nasional (AN) diperkenalkan dengan pendekatan yang berfokus pada literasi, numerasi, survei karakter, dan lingkungan belajar. Namun, perubahan ini memunculkan beragam kritik. Di satu sisi, ada harapan bahwa kebijakan ini akan memperbaiki kualitas pendidikan. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa penghapusan UN meninggalkan sejumlah celah yang dapat berdampak buruk pada sistem pendidikan secara keseluruhan.

Salah satu kritik utama terhadap penghapusan UN adalah hilangnya standar evaluasi nasional yang seragam. Sebelumnya, UN menjadi tolok ukur utama untuk mengevaluasi kompetensi siswa di seluruh Indonesia. Kini, tanpa UN, kualitas pendidikan di setiap daerah menjadi semakin sulit untuk dipetakan secara menyeluruh. Ketimpangan pendidikan antara daerah maju dan daerah tertinggal pun berpotensi semakin melebar. Banyak sekolah di wilayah terpencil menghadapi keterbatasan fasilitas, guru yang kurang kompeten, dan kurikulum yang tidak standar. Tanpa adanya alat ukur seperti UN, sulit bagi pemerintah untuk mengetahui sejauh mana ketimpangan tersebut dan bagaimana cara mengatasinya.

Selain itu, penghapusan UN juga menimbulkan kekhawatiran terkait penurunan motivasi belajar siswa. Sebelumnya, UN dianggap sebagai pendorong utama siswa untuk belajar lebih giat demi memperoleh nilai yang baik dan kelulusan. Dengan dihapuskannya UN, siswa mungkin kehilangan motivasi karena merasa tidak ada tekanan atau target besar yang harus dicapai. Meski AN tetap diadakan, sifatnya yang tidak menentukan kelulusan cenderung dianggap kurang menantang oleh banyak siswa. Hal ini berpotensi melemahkan semangat belajar, terutama di sekolah-sekolah yang kurang memiliki budaya akademik yang kuat.

Masalah lain yang muncul adalah kurangnya pengawasan terhadap proses evaluasi di tingkat sekolah. Setelah penghapusan UN, sekolah memiliki kewenangan lebih besar untuk menentukan penilaian formatif dan sumatif siswa. Namun, tidak semua sekolah siap dengan tanggung jawab ini. Banyak sekolah yang masih belum memiliki sistem penilaian yang standar dan adil. Hal ini bisa mengakibatkan ketidakseragaman kualitas pendidikan di berbagai wilayah, sehingga siswa dari sekolah yang kurang berkualitas akan semakin tertinggal dibandingkan mereka yang berada di sekolah dengan fasilitas lebih baik.

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang Asesmen Nasional juga menjadi masalah serius. AN diperkenalkan sebagai pengganti UN, tetapi banyak guru, siswa, dan orang tua belum memahami bagaimana AN bekerja atau apa manfaatnya. Sosialisasi yang minim membuat AN tidak dapat berfungsi secara maksimal sebagai alat evaluasi. Akibatnya, siswa dan guru tidak memiliki panduan yang jelas untuk mempersiapkan diri menghadapi AN, yang seharusnya menjadi salah satu pilar penting dalam Kurikulum Merdeka.

Lebih jauh, penghapusan UN sebenarnya tidak menyentuh akar persoalan utama pendidikan di Indonesia. Masalah yang lebih mendesak, seperti rendahnya kualitas pembelajaran, ketimpangan akses pendidikan, dan kurangnya penguasaan literasi serta numerasi, masih belum teratasi. Menghilangkan UN hanya menghapus gejala tanpa memberikan solusi konkret untuk perbaikan sistem pendidikan secara menyeluruh.

Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah perlu mempertimbangkan reformasi lebih lanjut terhadap sistem evaluasi nasional. Sebagai alternatif, UN dapat diintegrasikan ke dalam Asesmen Nasional untuk tetap menjaga adanya tolok ukur nasional, tetapi dengan pendekatan yang lebih relevan. Misalnya, evaluasi berbasis proyek atau studi kasus dapat menjadi pengganti ujian yang menekankan hafalan. Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat kapasitas sekolah dalam melakukan evaluasi internal. Pelatihan intensif bagi guru tentang metode penilaian yang efektif dan adil sangat diperlukan agar evaluasi di tingkat sekolah dapat berjalan dengan baik.

Pemanfaatan data hasil Asesmen Nasional juga harus lebih maksimal. Hasil ini seharusnya digunakan untuk menyusun strategi peningkatan mutu pendidikan, khususnya di daerah tertinggal. Pemerintah juga perlu transparan dalam menyampaikan hasil AN kepada publik agar masyarakat dapat ikut memantau dan memberikan masukan terhadap kebijakan yang diambil.

Sebagai kesimpulan, penghapusan UN dalam Kurikulum Merdeka adalah langkah yang baik dalam memberikan fokus lebih besar pada pembelajaran bermakna. Namun, kebijakan ini memiliki sejumlah kelemahan yang perlu segera diatasi. Tanpa standar evaluasi nasional yang jelas dan sistem penilaian yang matang, upaya menciptakan pendidikan yang merata dan berkualitas akan sulit tercapai. Pemerintah perlu menyeimbangkan pendekatan baru dengan tetap menjaga tolok ukur nasional, sehingga pendidikan Indonesia dapat menghasilkan generasi yang kompeten, kreatif, dan siap bersaing di kancah global

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun