Mohon tunggu...
Damar I Manakku
Damar I Manakku Mohon Tunggu... Guru - Damar I Manakku ( Rahmat R, S.S) adalah Salah satu Guru Bahasa Indonesia di Sulawesi Selatan

Penulis Sastra ( cerpen dan puisi), pelaku teater, pembaca puisi, melestarikan budaya Makassar adalah hak segala bangsa. Juga saat ini menjadi tenaga pendidik Guru Bahasa Indonesia, di satu sekolah Islam Terpadu di Sulawesi Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nilariang Bangngi (Dibawa Lari pada Malam Hari)

17 Januari 2018   15:31 Diperbarui: 18 Januari 2018   03:16 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay)

\"Bahwa cinta tak pernah memilih kapan pergi, sebab cinta serahasia malam pekat"

Malam ini, di atas bubungan rumahku. Aku dan ibu sedang membicarakan perjodohan yang telah lama direncana. Umurku sudah menapaki dua puluh empat tahun, bagi sebahagian orang di kampungku, sudah layak memikirkan masa depan berkeluarga. Ibarat yang sering kudengar dari ibu, bulu ayam jantanku sudah lebat, suara kokoknya telah nyaring, sudah saatnya mencari kandang sendiri. Sepertinya ibuku telah mendambakan anak lelakinya meminang gadis. 

Meski hati kecilku belum menerima, sebab tujuh tahun lamanya kuliah di kota, namun belum selesai juga. Kadang amanah menjadi sarjanalah harusnya kutuntaskan, sebab janji sewaktu pertama kuliah adalah membahagiakannya sebelum membahagiakan anak orang lain.

Ibuku percaya, tak ada paling bahagia selain melihat anak laki-lakinya menikah. Apalagi pesta tiga hari, tiga malam yang biasanya di adakan di kampung halaman selalu mengundang keluarga besar untuk bertemu. Jalinan silaturahmi dengan keluarga yang telah lama merantau kian menjadi cerita paling indah, paling ditunggu untuk berfoto bersama keluarga besar. Selepas ibu menyuguhkan kopi padaku ia mulai duduk di hadapanku.

" Engkau harus menyelesaikan kuliahmu, lalu menikahlah bersama Tini, keluarga dari bapakmu"

" Aku memiliki perempuan idaman Bu, dia dari Bugis"

"Tapi ibu telah memilih Tini, buatmu"

"Biarlah Tini mencari lelaki mapan saja, bukan aku. Bukan lelaki yang memilih hidup miskin sepertiku."

"Bukankah tujuan kuliahmu untuk membahgiakan orang tuamu?"

"Iya Bu, membahagiakan karna ku angkat derajatmu"

" Mengangkat derajat. Lalu kenapa mau hidup miskin?"

"Karna mengangkat derajat bukan semata-mata kayanya bu, aku ingin berbakti"

"Berbakti? Kalau ingin berbakti, menikahlah bersama Tini, itu jalan baktimu pada Ibu"

Kuhela nafasku dalam-dalam, bagai udara berhenti sekejap, dadaku sesak, tak ingin lagi kudebati ibuku hanya persoalan jodohku. Aku menunduk, sedikit tak bisa berkata apa-apa setelah ibu bicara.

Tak berhenti perbincanganku malam itu, ibu menghantarku pada kisah pedihnya dengan bapak. Bagaimana cinta selalu mengandung rahasia dan menua pada kisah masing-masing. Ibuku bercerita tentang kisah cintanya dahulu, ia bercerita bahwa bapak telah mengkhianati kesepakatan bersama ibu. Sejak ibu dan bapak masih saling menyukai, ia tak pernah berpikir akan menikah tanpa restu orang tua. Ibu dan bapak dahulunya menikah siri. Bapak mendengar kabar bahwa Ibu akan dinikahkan dengan tetangganya sendiri, kedua belah pihak telah menentukan hari baiknya, namun bapak bertindak mengejutkan.

" Malam hari, firasat ibu sedang cemas, sepertinya, akan ada lelaki yang mengunjungiku tengah malam nanti, malam pekat tak ada bulan juga bintang. Benar saja, bapakmu datang menemuiku mengendap ke jendela kamarku."

" Oh Andikku, aku datang menjemputmu"

" Maksudnya daeng, Aku tak mengerti"

" Aku ingin membawamu pergi, cinta ini akan memberontak dadaku jika aku berdiam saja. Aku tak rela kau menikah dengan yang lain"

"Tapi daeng, hukum adat keluarga kita begitu keras, kita tak bisa berbuat apa-apa"

"Tidak Andikku, kita akan baik-baik saja. Malam inilah jadi saksi, akan kubawa engkau pergi, cinta tak bisa memilih waktu, ia serahasia malam pekat ini"

Ibuku terdiam, tak ingin melanjutkan ceritanya lagi. Kisah itulah menghantar ibu ingin melihatku menikah dengan Tini, mengadakan kenduri meriah agar keluarga saling merestui. Ibuku terisak, mengenang masa lalunya, ia menawari pilihan untukku. Cinta mesti memilih arah, agar biduk rumah tangga sampai pada dermaga tujuan.

Balla Puisi, 16 Januari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun