Mohon tunggu...
Damar Juniarto
Damar Juniarto Mohon Tunggu... Penulis - Akademisi, aktivis, pembicara bidang Demokrasi Digital, Kebijakan Digital, dan Kecerdasan Artifisial.

Dosen UPN Veteran Jakarta, konsultan untuk Badan Penasihat Kecerdasan Artifisial PBB, pendiri KONDISI (Kelompok Kerja Disinformasi di Indonesia) dan PIKAT Demokrasi (Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Teknologi untuk Demokrasi), serta pendiri/pengawas SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) linktr.ee/damarjuniarto

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Akuntabilitas Platform dan Pemilu: Pelajaran dari Indonesia

7 Agustus 2024   16:23 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:55 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, Koalisi Lawan Disinformasi, yang dipimpin oleh Perludem, sebuah LSM yang fokus pada pemilu bersama MAFINDO dan Cekfakta.com --- garda terdepan pemeriksa fakta Indonesia.

Dan beberapa organisasi yang berfokus pada integritas informasi selama pemilu.

Namun, hubungan antara masyarakat sipil dan platform teknologi harus lebih kolaboratif. Platform harus terlibat secara bermakna dengan kelompok masyarakat sipil lokal, bukan hanya cuma sekedar prasyarat, tetapi sebagai mitra dalam menjaga proses demokrasi. Komitmen itu harus ditunjukkan bukan hanya dengan menandatangani kesepakatan, tetapi memastikan terlaksana di lapangan. Ini berarti bersama-sama menciptakan strategi untuk mengatasi misinformasi, berinvestasi dalam inisiatif pengecekan fakta lokal, dan memastikan bahwa kebijakan platform diinformasikan oleh realitas di lapangan.

Mengukur Respons Platform

Untuk membangun akuntabilitas, kita harus dapat mengukurnya. Pengembangan metrik yang jelas untuk menilai respons platform terhadap tantangan terkait pemilu sangat penting. Metrik ini dapat mencakup kecepatan dan transparansi penghapusan konten, keakuratan upaya pengecekan fakta, dan respons terhadap laporan misinformasi pengguna.

Pada tahun 2024, SAFEnet merilis laporan berjudul "Kebebasan atau Kebencian? Akuntabilitas Platform Media Sosial dalam Penyebaran Ujaran Kebencian terhadap Kelompok Rentan pada Pemilu 2024"

Temuan:

* Sebanyak 30 konten mengandung ujaran kebencian terhadap kelompok rentan dan 35 konten mengandung kata-kata kasar terhadap kelompok tersebut. Total terdapat 65 konten yang mengandung ujaran kebencian dan kata-kata kasar terhadap kelompok rentan pada Pemilu 2024.

* Sebanyak 66,7% konten ujaran kebencian yang ditemukan adalah konten stigmatisasi, 30% konten advokasi kekerasan, dan 3,3% konten mengandung stigmatisasi dan advokasi kekerasan.

* Perempuan tercatat sebagai kelompok yang paling sering menjadi sasaran ujaran kebencian dan kata-kata kasar, dengan persentase mencapai 48,3%. Disusul oleh LGBTIQ+ (29%), Syiah dan Ahmadiyah (13,8%), Tionghoa (12,9%), dan Rohingya (9,6%).

* Ujaran kebencian paling banyak diutarakan oleh pelaku nonpolitik dengan persentase 89,2% dari total konten yang dianalisis. Berikutnya adalah akun anonim (6,2%) dan pelaku politik (4,6%).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun