Bagaimana guru mengajarkan siswa untuk menghargai & menerima diri apa adanya, jika guru mentato tubuhnya atau merubah warna rambutnya?
Bagaimana guru mengajarkan karakter rendah hati, jika guru tidak mau membuka diri untuk menerima kritik dari siswa?
“Ah.. terlalu berlebihan.. guru juga manusia.. bisa berbuat salah..”
Itulah bedanya!
Guru yang menjadi guru karena panggilan hidupnya sebagai guru, dengan guru yang menjadi guru karena pilihan profesi dan menafkahi hidup.
Sudahlah.. saya menulis ini seperti menancapkan belati ke tubuh saya..
Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya..
Mungkinkah suatu hari nanti, ada siswa jaman sekarang yang akan berkata kepada saya: “Guruku.. Teladanku..”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H