Mohon tunggu...
Damar Aisyah
Damar Aisyah Mohon Tunggu... -

Pemilik blog www.damaraisyah.com, freelance writer, day dreamer, book lover, Instagrammer @aisydamara

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Risiko Stunting akibat Ibu Tak Sehat

7 Agustus 2018   11:01 Diperbarui: 6 Desember 2023   09:41 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hallo Kompasianers!

Salam kenal. Artikel ini merupakan tulisan pertama saya di Kompasiana dalam rangka ikut menunjukkan rasa peduli atas permasalahan stunting yang masih banyak terjadi di sekitar kita.

Stunting atau masalah gizi kronis masih menjadi PR besar bangsa ini. Hingga menjelang peringatan kemerdekaan yang ke-73 di tahun ini, rupanya Indonesia belum lepas dari masalah terkait pemenuhan gizi bagi calon penerus generasi bangsa. Stunting kerap kali dipandang sebagai permasalahan ringan. Hal ini tentu tak mengherankan karena istilah stunting pun belum terlalu familiar di kalangan masyarakat awam. 

Sehingga sebagian orangtua masih meraba-raba mengenai penyebab, tanda maupun kapan seorang anak dapat diidentifikasi menderita gangguan gizi ini. Jangankan begitu, bahkan sebagian orangtua masih abai dengan 1000 hari pertama bagi calon buah hatinya yang ternyata sudah dimulai sejak Si Jabang Bayi masih dalam kandungan.

Sedikit cerita saat pengalaman hamil anak pertama di tahun 2011. Kala itu, orangtua saya terutama ibu, seperti tak lelah mengingatkan agar saya mengonsumsi makanan dalam jumlah cukup dengan jenis bervariasi. 

Tujuannya agar janin mendapatkan asupan yang cukup dan beragam dari makanan ibunya dan tentu saja agar kebutuhan nutrisinya tercukupi. Untuk itu saya selalu dipaksa makan, meskipun mual dan muntah selama 4 bulan pertama kehamilan tak dapat saya hindari. Baik saat hamil anak pertama, maupun saat kehamilan yang kedua.

Dokter kandungan pun selalu mendorong saya untuk makan. "Jika tak mau nasi, maka pilihlah roti. Tapi jika mual dengan roti, kentang atau ubi bisa jadi pengganti," begitu nasihatnya pada saya kala itu.

dokpri
dokpri
Karena belum memiliki pengalaman apapun terkait kehamilan, bisa dibilang saya adalah pasien yang sangat penurut. Disuruh makan ya makan, meskipun setelahnya muntah lagi. 

Dikasih vitamin ya nggak pernah komplain. Selalu rutin saya konsumsi hingga habis. Syukur alhamdulillah saya sehat, begitu pula dengan bayi yang saya lahirkan. Tapi, asal tahu saja. Saat itupun sebenarnya saya belum paham mengenai istilah stunting atau pentingnya 1000 hari pertama bagi anak.

Baru setelah hamil anak kedua pada tahun 2014 saya tahu, bahwa kasus stunting pada anak bisa saja dimulai sejak si kecil masih dalam kandungan, atau yang kini saya ketahui istilahnya sebagai 1000 hari pertama yang paling penting untuk anak.

Ketidaktahuan tentang pentingnya 1000 hari pertama bagi anak bisa saja terjadi karena minimnya informasi bagi ibu hamil yang berada jauh dari pusat pelayanan kesehatan masyarakat atau berada di daerah terpencil. 

Tapi bagi calon ibu yang berada di daerah kota terdengar memprihatinkan jika masalah ini telat pencegahan karena alasan tidak tahu.

Risiko Stunting akibat Ibu Tak Sehat

Dalam beberapa bahan bacaan terkait stunting pada anak, faktor kesehatan ibu menjadi salah satu poin yang paling disoroti. Tentu tidak mengejutkan, karena dalam 1000 hari pertama kehidupan anak sangat tergantung pada seorang ibu. Baik pada masa-masa kehamilan, maupun pada masa pemberian ASI.

Ibu hamil yang cenderung kurang nutrisi, anemia atau sakit-sakitan, sangat berisiko membawa efek stunting pada bayi yang dilahirkannya. Begitu pun halnya dengan ibu menyusui yang mengalami gizi buruk. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan si kecil karena asupan ASI yang tidak cukup mengandung nutrisi.

Di samping itu ibu yang tidak meninggalkan kebiasaan mengonsumsi alkohol juga berpotensi melahirkan bayi dengan risiko stunting. Anak-anak dengan bawaan fetus alcohol syndrome ini disebutkan berisiko mengalami gejala yang meliputi bentuk wajah yang tidak seperti pada umumnya anak normal, pertumbuhan fisiknya pun cenderung terhambat, serta gangguan mental.

Risiko Kesehatan pada Penderita Stunting

Stunting sering kali dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak optimal, yang akan sangat berbahaya jika terjadi dalam jangka panjang. Hal ini dapat memengaruhi kecerdasan, kemampuan mental seseorang sehingga dapat memengaruhi prestasi baik di lingkungan sekolah ataupun pekerjaan.

Penderita stunting juga berpeluang besar terserang penyakit bahkan mengalami kematian dini

Ukuran tubuh lebih pendek dari ukuran tubuh normal pada usia yang sama. Masalah kekerdilan ini bahkn disebut-sebut bisa menurun pada generasi berikutnya akibat siklus kekurangan gizi yang terjadi antargenerasi

Berisiko mengalami komplikasi kelahiran akibat ukuran pinggul yang kecil, dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Cegah Stunting dengan Menjadi Bumil dan Busui Sehat

Besarnya risiko kesehatan fisik dan mental yang harus dihadapi penderita stunting, harusnya menggerakkan siapapun dengan pemahaman lebih pada masalah kesehatan ini untuk berbagi pengalaman dan menyebarkan informasinya. 

Saya sendiri sebagai seorang ibu yang sudah melalui dua kali kehamilan dan menyusui, merasakan betul manfaat menjadi bumil dan busui sehat terhadap tumbuh kembang anak-anak saya.

Tak hanya menggembirakan melihat perkembangan fisiknya yang terus bergerak dengan optimal, perkembangan emosi dan psikologis anak pun sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis saya ketika hamil dan menyusui keduanya.

stunting-1-5b7e798caeebe121793fdc0a.jpg
stunting-1-5b7e798caeebe121793fdc0a.jpg
Ibu hamil yang sehat baik secara fisik maupun psikologis dapat memberikan suplai nutrisi yang optimal untuk janin dalam kandungannya. Bumil yang sehat pun cederung aktif bergerak sehingga lebih produktif dan bugar. 

Begitu pun halnya dengan kondisi psikis pada bumil yang sangat memengaruhi kesehatan mental calon bayi. Para ahli dan pakar kesehatan selalu mendorong ibu-ibu untuk berpikiran positif dan hamil dengan bahagia, agar calon jabang bayi pun mewarisi perasaan senang dari ibunya.

Hal senada terjadi pada ibu menyusui. Busui yang sehat dan bahagia dapat memproduksi ASI yang tak hanya melimpah jumlahnya tapi juga berkualitas karena memenuhi kebutuhan nutrisi anak. 

Demikian halnya dengan ikatan batin busui dan anak yang begitu erat. Perasaan bahagia dan optimis si ibu sangat berpengaruh tehadap kondisi mental dan psikologis anak.

Makan Sehat tak Harus Mahal dan Mewah

Mengonsumsi makanan sehat dengan takaran seimbang perlu dilakukan seorang ibu pada masa-masa kehamilan dan menyusui. Tapi perlu diingat, sehat bukan berarti harus mahal dan mewah. 

Sering kali masyarakat masih salah kaprah saat menerima anjuran untuk mengonsumsi makanan sehat. Sebagian besar terlanjur mengasumsikannya dengan makanan mahal dengan lauk-pauk yang mewah.

pixabay.com
pixabay.com
Makanan sehat dapat diperoleh dari berbagai jenis bahan dengan menyesuaikan kekuatan ekonomi kita. Sayur-mayur termasuk dalam bahan pangan yang masih terjangka dengan kandungan serat, vitamin serta mineral yang sangat bagus untuk dikonsumsi saat hamil dan menyusui. 

Protein dapat diperoleh dari aneka kacang-kacangan seperti kacang merah dan kedelai yang dapat dikonsumsi secara terpisah atau dimasak dalam bentuk sayur berkuah. Begitu pun halnya dengan tahu dan tempe yang bisa dibilang masih terjangkau dari segi harga namun kaya manfaat.

Untuk sumber kalsium bisa mengonsumsi ikan teri. Sedangkan buah juga tak perlu yang mahal. Buah lokal seperti pepaya dan pisang masih sangat terjangkau dengan kandungan vitamin dan kalium yang tak bisa disepelekan.

Intinya adalah kreatif dan mampu menyesuaikan dengan kemampuan setiap orang. Namun yang lebih penting adalah kesadaran dan kemauan diri untuk menjadi sehat, karena kesehatan bumil dan busui merupakan salah satu modal untuk melahirkan generasi yang sehat, cerdas dan berkualitas agar permasalahan stunting tak lagi menjadi mimpi buruk bangsa ini.

Referensi:

Penyuluhan kesehatan oleh petugas Posyandu

Hasil konsultasi dengan dokter kandungan

Alodokter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun