Sejenak kuterpaku menatap hamparan yang menguning, tenang mendayu
Jernihnya air tenang mengalir sebening mata hati
Matahari yang telah condong kebarat menuju peraduannya, sinarnya menyalakan nyala kesejukan
Anginnya semilir berhembus menerpa kulit terasa sejuk hingga di hati
Ditingkahi tupai yang berlompatan di antara dahan, menambah riang gejolak batin
Riuh kicau burung diantara hijunya dedaunan yang terayun diterpa semilir angin, menjadikan damai dihati
Namun, ini akan sampai kapan ?
Sampai beton beton itu tumbuh angkuh menjulang
Sampai lambaian kabel kabel yang silang sengkarut menjuntai
Sampai sinarnya membakar tubuh
Hingga sampah sampah menyesaki ruang batin
Sampai asap dan debu mencekik rongga tenggorokan
Sampai diri ini tersengal dan menggigil bergetar lalu berteriak .......lapar
Namun..... tak temukan lagi sebulir padi pun tuk dimakan
Dan maka akan ada amarah
Ada kebencian dan kebengisan
Ada darah
Lalu......binasa
Mandungan, 17 Juni 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H