Gemerlap lampu jalanan mempercantik sang primadona Yogyakarta. Di malam yang tenang, Tugu Jogja memancarkan pesona yang mengagumkan. Keindahan ini memikat mata siapa saja yang menyaksikannya. Paduan lampu jalan, angkringan, kendaraan yang lalu lalang, dan kenangan membuat Tugu Jogja pantas disebut primadona Yogyakarta.
Namun, apa tujuan sebenarnya Monumen Putih ini dibangun? Adakah sesuatu yang melatarbelakanginya?
Sebagai salah satu sumbu filosofis Yogyakarta, Tugu Jogja memiliki sejarahnya tersendiri. Monumen ini dibangung pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya pada tahun 1775. Pada awal pembangunannya bentuk Tugu Jogja tidak terlihat seperti saat ini.Â
Pada awalnya Tugu Jogja bebentuk silinder (gilig), dengan puncak berbentuk bulat (golong). Bentuk awal dari Tugu Jogja sendiri dapat dilihat di monumen Golong gilig, yang berada di samping Tugu Jogja saat ini.
Tugu Golong gilig sendiri berubah pada 10 Juni 1867, setelah gempa besar yang melanda Yogyakarta saat itu. Sekitar tahun 1889, renovasi terhadap Tugu Golong Gilig mulai dilakukan oleh pemerintahan hindia belanda. Bentuk Tugu sendiri dirubah menjadi persegi dan diberi ornamen disetiap sisinya.
Seperti sumbu filosofis yang lainnya, Tugu ini memiliki artinya tersendiri. Jika dilihat dari bentuk lamanya atau Tugu Golong Gilig, bentuknya melambangkan golonging cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Sang Khalik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H