Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Peradaban Islam Lewat Masjid al-Ghamamah dan Sahabat Abu Bakar

25 Desember 2023   08:51 Diperbarui: 25 Desember 2023   08:55 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

10 tahun dakwah Nabi Muhammad Saw di Madinah, dicatat oleh sejarah sebagai gerakan dakwah yang begitu gencar dan efektif.

Nilai-nilai tauhid dan pesan akhlak yang dibawa Islam, tidak menjadikan masyarakat Madinah berbenturan. Kehadiran nabi di sana menjadi fasilitator, tauladan kepemimpinan.

Jemaah Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Sumbar yang berangkat langsung ke Madinah dari BIM Padang Pariaman, lewat PT Malika Wisata Utama, 20 Desember 2023 lalu, memanfaatkan waktunya di kota sejuk yang dijuluki dengan Madinah al-Munawwarah ini dengan banyak ziarah, ibadah, zikir, shalawat dan ibadah lainnya.

Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro, pimpinan rombongan 36 jemaah ini mengirimkan foto kegiatannya bersama jemaah.

Kali ini jemaah diabadikan di Masjid al-Ghamamah. Masjid ini tak jauh dari Masjid Nabawi, sekira 300 meter dari gerbang pintu As-Salam Masjid Nabawi.

Disebut juga Masjid Awan, karena Ghamamah artinya awan. Kawasan masjid ini dulunya bernama al-Mushalla. Sebuah tempat yang lapang dan luas, dijadikan sebagai tempat Shalat Idul Fitri dan Idul Adha oleh nabi.

Sebab, shalat sunnat tahunan itu lebih dianjurkan di tempat yang lapang. Atau di masjid besar dan luas, yang bisa menampung seluruh masyarakat kota itu.

Dikutip dari Republika Online, gravitasi pesona Kota Madinah tentunya adalah Masjid Nabawi. Bagaimanapun, ada sejumlah masjid lainnya yang juga bernilai historis. Salah satunya adalah Masjid al-Ghamamah. Lokasinya berdekatan dengan masjid terbesar di seluruh Kota Nabi ini.

Kompleks yang dahulunya bernama al-Mushalla. Denahnya berbentuk persegi panjang, yang terbelah menjadi dua bagian. Sisi luar bangunan itu didominasi warna kelabu, sedangkan kubahnya berwarna putih. Sebagian sisi luar bangunan dilapisi batu basal hitam.

Di sisi yang lain, disebut Masjid al-Ghamamah, adalah keberhasilan nabi bersama seluruh penduduk Madinah melakukan Shalat Istisqa' di lokasi itu dulunya.

Sekitar tahun 9 hijrah, Madinah mengalami kemarau yang panjang. Kekeringan pun tak bisa dielakkan. Madinah yang dulunya bernama Yatsrib, tiba-tiba panas membara.

Masyarakat dan umat mulai resah. Nabi pun menyerukan untuk melakukan shalat minta hujan. Masyarakat berbondong-bondong datang ke tempat yang dianjurkan nabi itu. 

Membawa semua keperluan yang dianjurkan, membawa seisi rumah, untuk bersama-sama melakukan Shalat Istisqa' yang diimani nabi.

Usai shalat, hajat dan keinginan yang tulus dan ikhlas dijawab oleh Allah SWT. Awan pun mulai memenuhi langit Madinah.

Tak lama, pergerakan awan pun tak bisa dikendalikan. Hujan pun turun. Membasahi bumi Madinah yang terkenal subur, masyarakatnya santun dan ramah.

Di kemudian hari dibangunkan di kawasan al-Mushalla itu sebuah masjid. Masjid besar yang diberi nama Masjid al-Ghamamah.

Setidaknya dua peristiwa penting yang dilakukan Nabi Muhammad Saw bersama seluruh penduduk Madinah, yakni shalat hari raya dan shalat minta hujan, menjadi catatan penting untuk tegak dan berdirinya Masjid Awan ini.

Makna terdalam dari simbol ritual shalat sunat yang dua itu, adalah nilai-nilai kebersamaan. Persatuan dan kesatuan menjadi penting, dikembangkan oleh nabi di Madinah.

Pun inti dari Piagam Madinah, adalah nilai kebersamaan semua kaum dan golongan yang ada di kota itu. Saling menghormati, saling berbagi, tidak boleh ada yang menyakiti dan tersakiti.

Pesan yang hendak diambil Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro bersama jemaahnya, tentu menjadi penting soal kebersamaan ini.

Dengan siapapun diantara jemaah se kamar, terima dan manfaatkan. Yang belum saling kenal, di tempat bersejarah inilah momennya untuk saling kenal.

Saling bersilaturahmi untuk jangka waktu yang panjang dan selamanya. Karena kebersamaan dan silaturahmi memberikan ruang kepada kita untuk hidup panjang dan lama.

Islam mengajarkan, bahwa silaturahmi memberikan rezki yang luas, umur yang panjang.

Menurut catatan Republik Online, ada 11 kubah yang menaungi Masjid al-Ghamamah. Ukurannya variatif. Kubah terbesar berada persis di atas mihrab, tempat imam memimpin shalat. Selain itu, Masjid al-Ghamamah juga dilengkapi dengan menara yang menjulang tinggi.

Di hari sama, Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro yang memimpin jemaah Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Sumbar Pimpinan Buya Mashendri Malin Sulaiman ini juga mengirimkan dokumen kegiatan dan ziarahnya di Masjid Abu Bakar.

Tak jauh dari lokasi Masjid Nabawi dan sederetan dengan Masjid al-Ghamamah. Masjid Khalifah Abu Bakar ini juga punya nilai sejarah penting dalam peradaban Islam.

Menurut banyak sumber, dua hal yang membuat Masjid Abu Bakar ini ada di bumi Madinah. Pertama, sahabat Abu Bakar yang sekaligus mertua Nabi Muhammad Saw pernah shalat hari raya di lokasi itu.

Ya, shalat hari raya Abu Bakar bersama nabi dan penduduk Madinah. Abu Bakar adalah sahabat, mertua dan orang yang selalu membenarkan tindakan serta peristiwa yang dialami oleh nabi.

Kedua, tempat Masjid Abu Bakar itu dulunya merupakan tempat kediaman Abu Bakar itu sendiri. Kalifah pertama, Abu Bakar terkenal sahabat setia, orang tua, tempat beriya-iya dan berbukan-bukan dalam gerakan dakwah rahmatan lil alamin.

Kesetiaan sahabat Abu Bakar dengan nabi tak bisa disebutkan. Setia dalam suka dan duka. Abu Bakar digelar Siddiq. Abu Bakar Siddiq.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun