Sekitar tahun 9 hijrah, Madinah mengalami kemarau yang panjang. Kekeringan pun tak bisa dielakkan. Madinah yang dulunya bernama Yatsrib, tiba-tiba panas membara.
Masyarakat dan umat mulai resah. Nabi pun menyerukan untuk melakukan shalat minta hujan. Masyarakat berbondong-bondong datang ke tempat yang dianjurkan nabi itu.
Membawa semua keperluan yang dianjurkan, membawa seisi rumah, untuk bersama-sama melakukan Shalat Istisqa' yang diimani nabi.
Usai shalat, hajat dan keinginan yang tulus dan ikhlas dijawab oleh Allah SWT. Awan pun mulai memenuhi langit Madinah.
Tak lama, pergerakan awan pun tak bisa dikendalikan. Hujan pun turun. Membasahi bumi Madinah yang terkenal subur, masyarakatnya santun dan ramah.
Di kemudian hari dibangunkan di kawasan al-Mushalla itu sebuah masjid. Masjid besar yang diberi nama Masjid al-Ghamamah.
Setidaknya dua peristiwa penting yang dilakukan Nabi Muhammad Saw bersama seluruh penduduk Madinah, yakni shalat hari raya dan shalat minta hujan, menjadi catatan penting untuk tegak dan berdirinya Masjid Awan ini.
Makna terdalam dari simbol ritual shalat sunat yang dua itu, adalah nilai-nilai kebersamaan. Persatuan dan kesatuan menjadi penting, dikembangkan oleh nabi di Madinah.
Pun inti dari Piagam Madinah, adalah nilai kebersamaan semua kaum dan golongan yang ada di kota itu. Saling menghormati, saling berbagi, tidak boleh ada yang menyakiti dan tersakiti.
Pesan yang hendak diambil Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro bersama jemaahnya, tentu menjadi penting soal kebersamaan ini.
Dengan siapapun diantara jemaah se kamar, terima dan manfaatkan. Yang belum saling kenal, di tempat bersejarah inilah momennya untuk saling kenal.