Silek merupakan kesenian Minang yang perkembangannya akhir-akhir ini mulai meredup.
Adalah Metek Mili, Ketua Kelompok Silek di VII Koto lama. Namanya melambung tinggi karena dituakan dalam kelompok silek.
Dia sendiri tak banyak cakap, namun mahir dan pintar soal silek, langkah dan alur silek menjadi mainannya.
Kamis 30 Agustus, Metek Mili mengajak seorang tokoh silek VII Koto di Ampalu. Mak Itam akrabnya.
Dia ingin silek ini diviralkan di media. Hadirlah dia di Podcast Padang Pariaman bicara yang diadakan MCS di Pauh Kambar.
Supaya sejarah silek ini mendalam, pihak MCS mendatangkan Kamal Guci, budayawan yang cukup handal bicara silek ini.
Perguruan Silek Harimau Dahan Ampalu Tinggi, seperti cerita Metek Mili, adalah pusek jalo pumpunan ikan di VII Koto lama.
Metek Mili, sepertinya tokoh silek yang mirip dengan Ketua Umum IPSI Prabowo Subianto. Mirip wajah dan tampilan.
Mengenakan baju kaus yang sengaja dia buat mereknya "Japuik Tabao", sepertinya Metek Mili melambangkan komitmennya dalam mengembangkan dunia persilatan ini.
Sementara, Kamal Guci mengakui dan melihat silek mulai tergerus oleh globalisasi yang membanjir.
"Silek pagar adat, hulu ambek pagar syarak," kata Kamal Guci.
Kesenian ini sudah ada sebelum Syekh Burhanuddin. Silek juga lahir di surau.
Silek di tanah, hulu ambek di atas laga-laga. Dan setiap nagari atau ulayat punya kesenian ini.
Beda nama, tujuan sama. Kedepan, Kamal Guci berharap silek ini terus dikembangkan di sekolah-sekolah, sebagai penularan untuk generasi.
"Agar silek tuo ini tak punah oleh hempasan gelombang besar globalisasi, perlu upaya dari pemerintah," ujar dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H