"Silek pagar adat, hulu ambek pagar syarak," kata Kamal Guci.
Kesenian ini sudah ada sebelum Syekh Burhanuddin. Silek juga lahir di surau.
Silek di tanah, hulu ambek di atas laga-laga. Dan setiap nagari atau ulayat punya kesenian ini.
Beda nama, tujuan sama. Kedepan, Kamal Guci berharap silek ini terus dikembangkan di sekolah-sekolah, sebagai penularan untuk generasi.
"Agar silek tuo ini tak punah oleh hempasan gelombang besar globalisasi, perlu upaya dari pemerintah," ujar dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H