Surau Ampangan namanya. Punya nama besar, dan cukup tersebut surau itu dulunya. Tempat mengaji urang siak. Banyak santri mondok di situ dulunya.
Terletak di Kabun Cimpago, Nagari Lurah Ampalu, jauh dari pemukiman warga. Surau itu milik kaum. Kini surau itu mengalami renovasi.
Kayunya yang banyak dimakan rayap, mulai diganti dengan baja, layaknya pembangunan sekarang. Namun, model bangunan tidak berubah. Tetap seperti bangunan lama.
Syafril, salah seorang pengurus surau itu menyebutkan, biaya renovasi surau ini masih dari swadaya masyarakat ranah dan rantau.
"Alhamdulillah, hasil alek Maulid Nabi Muhammad Saw beberapa waktu lalu menyisakan uang, dan langsung digunakan untuk renovasi ini," kata dia.
Dan memang, katanya, sebagian besar sumbangan dari rantau. Sebagian besar anak nagari ini, terutama Kabun Cimpago tinggal di sejumlah perantauan, dalam dan luar negeri.
"Total biaya yang dibutuhkan sampai selesai, Rp150 juta. Sementara, anggaran saat ini masih separoh dari itu," ulas Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Nagari Lurah Ampalu ini.
Makanya, kata Syafril lagi, setiap perkembangan pembangunan renovasi yang sedang berjalan saat ini, selalu dilaporkan ke perantau.
Butuh pengaspalan jalan
Sementara itu, jalan dari pemukiman masyarakat menuju surau itu masih jalan tanah sebagian besarnya.
Disebut demikian, katanya, karena di titik rawan, terutama di jalur pendakian jalanya sudah dicor.
"Jalannya sudah berbentuk. Bahkan, yang dari arah surau ke atas, menuju pemukiman masyarakat, jalan sudah dikasih bandar kiri dan kanannya," sebut Syafril.
Ini dilakukan, katanya, tentu adanya kesungguhan dan kebersamaan masyarakat dalam melihat arti penting pemberdayaan surau ini.
Di samping itu, jalan juga untuk tujuan masyarakat petani. Sekeliling surau, semuanya lahan pertanian sawah. Hanya saja karena irigasi tak jalan, sebagian sawah jadi ladang.
"Dan sebagian tetap menanami padi, tapi saat musim hujan saat ini," katanya.
Jadi, kata Syafril, masyarakat Kabun Cimpago butuh pembangunan jalan kebrumah ibadah, sekalian jalan usaha tani.
Kemudian, perbaikan irigasi. Ini penting, mengingat sudah lamanya lahan pertanian yang bergantung pada musim hujan.
"Kalau ke sawah musim hujan, jelas saja tidak bisa dipatok. Kadang dalam setahun itu hanya sekali musim tanam, kadang tidak ada sama sekali," ungkapnya. (ad)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H