Apalagi, masyarakat yang merasa tidak pernah memilihnya, dan ikut pula dalam permainan politik Pilwana, jelas sepanjang periode walinagari itu sering terjadi pro dan kontra.
Nah, opini perpanjangan masa jabatan walinagari atau kepala desa menjadi sembilan tahun, tentu sebuah permainan politik tingkat tinggi.
Di tengah musim pemilu dan tahun politik, kadang sebagian besar walinagari ini mudah tergoda dengan keadaan.
Dapat imingan untuk mencaleg dari pimpinan partai, dia dengan seenaknya meninggalkan nagari, tanpa memikirkan kekecewaan masyarakat, terutama yang punya andil dalam memilihnya.
Kalau mau mencaleg, mendingan tidak ikut kontestasi Pilwana dulunya. Nah, ini tentunya sebuah kondisi yang mesti dipikirkan juga jalan terbaiknya.
Perpanjangan masa jabatan walinagari atau kepala desa, jelas akan menjadi beban tersendiri.
Sedangkan kader masyarakat desa dan nagari kian bejibun. Potensi untuk menjadi walinagari pun semakin banyak.
Tentu butuh perjalanan pendidikan politik masyarakat, agar bisa melahirkan nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat.
Iyalah bagi kepala desa yang berkinerja bagus, terasa sekali enaknya lama memimpin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H