Artinya, hidup bertetangga sangat dituntut baikan, saling merasakan kesulitan dan kebahagiaan, serta saling senang dan susah.
Untuk tetangga dalam satu kampung selalu baik dan normal, banyak kuat yang dilakukan oleh pemimpin kampung untuk menyatukannya.
Sebut saja dengan persatuan dan kesatuan di setiap musim "baralek" di rumah yang satu, dan semua penghuni kampung tumpah ruah dalam pesta tersebut.
Ada namanya acara "badantam" atau "badoncek". Jumlahnya tak banyak. Paling Rp 30 ribu masing-masing keluarga, lalu dicatat, dan tentunya ini sifatnya giliran.
Sebab, semua rumah tangga akan mengadakan alek baralek. Tidak tahun ini, mungkin tahun depan atau tiga sampai empat tahun lagi.
Jadi, pembangunan sosial kemasyarakatan sangat kuat, bila antar tetangga itu diatur sedemikian rupa oleh pemimpin kampung.
Makanya, setiap kampung punya surau. Di surau itu dipecahkan masalah sosial kampung, dari persoalan yang kecil hingga persoalan yang rumit dan besar.
Lalu, ketika ada kegiatan tahunan yang sudah disepakati di masjid atau surau, seperti peringatan maulid, semua seisi kampung keluar, hadir di masjid untuk menunjukan keikutsertaannya dalam bermasyarakat.
Itu pentingnya sarana ibadah sekaligus membangun sosial kemasyarakatan. Dan di sini pula terasa kalau hukum masyarakat itu lebih berat dari negara.
Artinya, ketika masyarakat sudah menghukum secara kearifan lokalnya, jangan coba-coba mempermainkannya. Bisa kualat, dan terkena sumpah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H