Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Shalawat Dulang Termasuk Pengembangan Budaya Badikie

10 Oktober 2022   08:29 Diperbarui: 10 Oktober 2022   08:35 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para ahli dikie sebelum mendoa maulid, tampil membaca shalawat dulang, sesuatu yang sudah jadi budaya. (foto dok damanhuri)

Kultur dan budaya mempengaruhi cara masyarakat memuliakan Nabi Muhammad Saw. Pun peringatan maulid juga ikut menjadi sandaran budaya itu sendiri.

Seperti peringatan maulid dengan cara wirid membaca syarafal anam. Ini hampir tiap daerah di Indonesia ada. Tetapi cara dan penerapannya dipengaruhi oleh adat dan budaya masing-masing daerah.

Menarik untuk kita cermati, adalah budaya "badikie". Kajian kitab syarafal anam yang dibaca dengan irama khas. Membaca shalawat lewat lirikan lagu yang membuat pendengar yang mengerti ikut larut dalam irama itu.

Dan badikie ini erat kaitannya dengan Islamisasi di Piaman lewat Syekh Burhanuddin Ulakan. Makanya, bulan Syafar, sebelum masuk bulan Rabiul Awal, para ahli dikie membuat wirid itu di Ulakan.

Ya, "basyafa", kegiatan haul Syekh Burhanuddin yang dilakukan setiap bulan Syafar. Syekh Burhanuddin mengembangkan agama, menyesuaikan dengan kultur dan budaya yang terjadi di lingkungannya.

Mengislamkan masyarakat secara halus, dan tidak dengan kekerasan. Artinya, secara perlahan tapi pasti, budaya buruk hilang dengan sendiri, setelah berangsur-angsur dimasukan kaji dan ilmu oleh Syekh Burhanuddin bersama muridnya.

Budaya buruk itu di antaranya memakan makanan yang haram menurut agama, dan oleh Syekh Burhanuddin dikikis habis dengan cara perlahan.

Tentu ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad Saw, yang tidak melakukan kekerasan dalam mengembangkan agama.

Sebab, ulama adalah pewaris para nabi, pelanjut estafet perjuangan nabi. Dan Syekh Burhanuddin salah satu ulama yang terkenal berdakwah secara kultural.

Menghargai apa yang menjadi budaya dan kebiasaan masyarakat. Yang buruk berubah jadi baik, dengan cara halus, perlahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun