Tentu bahasa ini, semacam cemoohan secara halus. Sebab, kelapa itu pohon tinggi. Buahnya diambil oleh beruk. Turun ke bawah lewat beruk, baru dibeli oleh pedagang.
Makanya, netizen yang pintar itu menyebut hanya harga kelapa yang turun. Kalau BBM naik, itu sudah biasa sama biasanya dengan harga kelapa yang ketika turun pada musimnya.
Ribut dan heboh di dunia maya, tapi aman dan tenang di alam nyata. Itu kondisi yang saya lihat sejak Ahad hingga saat ini.
Disebut aman, tak ada antrian panjang di SPBU, sepanjang dari Kota Padang sampai ke Pariaman saya lihat. Biasanya, sebelum BBM naik, di pengisian BBM bersubsidi atau pertalite, selalu dan panjang antriannya.
Begitu juga ocehan terhadap presiden juga ramai bersileweran di dunia maya. Malah, ada yang menulis, mendukung presiden tiga periode.
Tentu ini, luapan yang sudah sampai titik nadir netizen, dan ditambah tak akan mungkin turun BBM setelah dinaikan, ya dibuatnya saja ucapan selamat ke Jokowi, dan semoga tiga periode jadi Presiden.
Hingga saat ini, beban ekonomi masyarakat terasa masih memberatkan. Pandemi covid-19 yang melumat selama ini, secara umum rakyat masih dirundung kesusahan.
Ditambah kenaikan harga BBM di masa sulit, tentu petaka tersendiri. BBM adalah kebutuhan vital yang tidak dapat tidak dalam keseharian.
Namun, pemerintah tentu tidak pula seenaknya menaikan itu. Ada pertimbangan khusus dan mengacu pada peredaran minyak dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H