Nah, agar semua usaha dan kerja masyarakat nagari berjalan sesuai keinginan, perlu diminimalisir bala dan cobaan itu jadi nikmat.
"Sekalian bala tertolak, nikmat dekat. Padi manjadi, yang manggaleh tabali tajua, taranak berkembang, mukasuik sampai diama pacah".
Begitu kira-kira seorang tokoh masyarakat mendatangkan rundingan ke pimpinan ratik tolak bala, sebelum memulai ritual itu.
Ritual itu adalah membaca kaji yang sudah diwiridkan, serta zikir sepanjang perjalanan sejak dari tempat mulai, dan berakhir di tempat penutupan dengan doa bersama.
Artinya, ritual ini sudah ada sejak "zaman saisuak". Zaman kampung masih rimba belantara, orang belum seberapa, kegiatan itu sudah ada dan dilakukan oleh masyarakat secara tidak terjadwal.
Kapan maunya masyarakat dan bersepakat untuk melakukan itu, maka langsung digelar.
Biasanya, ritual ini dilakukan pada saat masyarakat petani selesai menanam padi.
Ritual dilakukan secara sukarela, sosial kemasyarakatan. Bagi yang ikut, silakan bergabung.
Tak bisa ikut, masyarakat itu pun memberikan sedekah berupa uang dan nasi untuk dimakan sehabis ratik tolak bala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H