Cerita beli daging beronggok, merupakan tradisi dan kebiasaan masyarakat di mudik atau di kampung saat menyongsong lebaran Idul Fitri.
Masyarakat secara bersama beli seekor kerbau, lalu dipotong secara bersama pula di lingkungan surau atau masjid, dagingnya dibagi secara beronggok.
Seonggok daging, beratnya sekilo lebih sedikit. Harga seonggok disepakati Rp140 ribu.
Seekor kerbau itu bisa mencapai 130 onggok, dan kadang lebih malah. Uang untuk pembeli kerbau itu dikumpulkan saat menjalani separoh bulan puasa.
Kegiatan ini hampir merata di setiap kampung di Padang Pariaman, Sumbar. Terutama di kampung-kampung yang masih belum terkontaminasi oleh arus perubahan zaman.
Menurut masyarakat, rasa rendang daging beronggok dengan daging yang dibeli di pasar, itu jauh bedanya.
"Daging beronggok ini lumayan enak, dan terasa sekali berkahnya. Mungkin karena disembelih di surau atau masjid," cerita masyarakat.
Namun, menyembelih di surau ini hanya sebagian kecil. Umumnya, dibuat suatu tempat penyembelihan secara bersama, seperti yang dilakukan di Nagari Ulakan.
Di Tembok, Nagari Sintuak sudah lama memotong kerbau Idul Fitri secara mandiri di suraunya.
Tidak secara bersama di Sintuak. Menyembelih pun beda dengan masyarakat umum secara bernagari.
Orang nagari biasanya menyembelih usai shalat Idul Fitri, sedangkan di Tembok pas orang melihat bulan, atau sehari jelang lebaran.
Rendang dan Idul Fitri ini selalu berbarengan. Tak ada hari raya, kalau tidak ada rendang di rumah masyarakat.
Itulah filosofinya lebaran di Rantau Piaman dan Minangkabau tentunya. Membeli daging beronggok, adalah bagian dari nilai-nilai kebersamaan dan membangun surau dan masjid secara bersama.
Sebab, keuntungan dari daging beronggok itu diserahkan ke surau, untuk pembangunan.
Dulunya, setiap laki-laki di atas rumah punya onggok daging. Artinya, sebagai mamak rumah, harus nama laki-laki itu yang dikemukakan saat pengumuman jumlah onggok daging setiap tahunnya.
Kadang, seorang mamak itu bisa mengkapling sampai 15 onggok, saking banyaknya sanak kemenakannya.
Tentu, onggok yang sebanyak itu telah dia intruksikan kemenakannya untuk menjemput ke surau, saat pembagian daging.
Paling, untuk dia bawa ke rumah istrinya satu sampai tiga onggok. Begitulah tanggungjawab moral seorang mamak di rumah sanak kemenakannya.