Separoh Ramadhan, ibu membawa saya ke pasar. Yang terdekat, Pasar Ampalu namanya. Di pasar itu ada tukang jahit, Gomba namanya.
Ampalu pasarnya hari Sabtu. Di ukur Sabtu ini, Sabtu depan sudah bisa diambil baju atau celana di pasar itu kembali.
Paling, yang disuruh mengukur itu baju seragam sekolah, dan sesekali baju untuk lebaran.
Setamat saya sekolah dasar, dan berlanjut ke sekolah pesantren di Batusangkar, ibu dan ayah tak lagi pernah membelikan baju lebaran.
Paling saya sendiri yang menyiapkan dasar, lalu dijahid di kampung. Ada tukang jahid, Agus namanya.
Dulu itu, belum trend beli baju siap dijahit kayak sekarang. Orang paling banyak mengorder ke tukang jahit.
Ada yang langsung dengan dasarnya, dan ada pula yang membawa dasar kain dari rumah.
Gomba yang tinggal di Sungai Sariak, jarang sekali meleset janjinya. Seminggu lamanya janji, ya seminggu itu terpenuhi semua pesanan orang.
Jahitan Gomba cukup terkenal, dan rapi. Senang dipakai, sejuk dasar kainnya sehingga lama tahannya kalau dipakai.
Seantero kampung yang menjadikan Ampalu pasar tiap pekannya, tak pula yang tidak kenal dengan Gomba.
Dia buka di los panjang, sederetan dengan los kain lainnya. Di pasar dia tak pakai mesin jahid. Hanya dasar kain yang bergelantungan.
Cukup. Kain dasar anak sekolah sejak SD hingga SMA, dasar orang dewasa serta kain pakaian ibu-ibu, yang terkenal dengan "kain jao".
Yang langsung membeli pakaian yang sudah dijahit juga ada, dan Gomba menyediakan pakaian anak sekolah yang sudah dijahit.
Kini, Penjahit Gomba hanya tinggal nama. Saingan semakin banyak, para tukang jahit pun kian bertambah banyak pula.
Dan orang yang suka menjahit baju pun telah berkurang. Orang lebih cenderung beli baju sudah yang tersedia di toko-toko baju di Kota Pariaman, Lubuk Alung, misalnya.
Harga menenggang, bahkan jauh lebih murah dari membeli baju sama tukang jahit.
Itulah kondisi kehidupan tukang jahit yang merasa digilas zaman. Perubahan yang sangat kencang, membuat industri kecil ini semakin ke pinggir.
Rasanya, dengan kondisi ekonomi yang kian berat dan susah saat ini, ingin rasanya ada ajakan ibu untuk mengukur baju baru untuk lebaran.
Begitu senang dan riang gembira tak kemana mau dikatakan, ketika seminggu lagi lebaran, baju baru pun selesai dijahit Gomba.
Saat menjemput, ibu biasanya tak membawa saya ke pasar. Ibu sendiri saja, tapi saat tiba dari pasar, ada bungkusan kertas koran yang berisi baju baru atau seragam sekolah baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H