Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tadarus Tafsir Ajang Penentu Calon "Marapulai Kaji" di Madrasatul 'Ulum

16 April 2022   19:37 Diperbarui: 16 April 2022   19:42 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tadarus tafsir bulan puasa di Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan. (foto dok damanhuri)

Menyimak agak "sesumun" dulu, ambil berkahnya. Demikian Buya H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa, Pengasuh Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pua memulai ikut tadarus tafsir di Lubuk Pandan, Jumat malam kemarin.

Tadarus tafsir sudah menjadi tradisi dan kebiasaan di pesantren yang didirikan 1940 M itu sejak dulunya, dalam mengisi bulan puasa.

Ya, tadarus sekalian upaya dalam merekrut calon "marapulai kaji" atau kelas tujuh di Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan.

Kebetulan, Jumat malam itu ada agenda buka puasa bersama, yang diikuti sejumlah alumni senior.

Menurut informasi, tadarus tafsir tinggal beberapa malam lagi. Selesai, santri libur, dan selanjutnya ada yang pulang kampung, membawa kabar ke orangtuanya di kampung kalau santri bersangkutan terpilih jadi marapulai kaji.

Tadarus 30 juz tafsir itu memakan waktu separoh bulan puasa. Caranya, dibaca pertama oleh Buya Marulis Tuanku Mudo, selaku pengasuh pesantren, dan diulangi lagi oleh santri.

Membaca tafsir dengan sangat cepat, secepat-cepatnya. Bila lambat, atau tertegun lantaran tak tahu atau lupa maknanya, yang lain meneriakin sambil menyebut "Padang".

"Padang, Padang, " begitu bunyi teriak dari santri yang tidak membaca terhadap kawan yang membaca, supaya dipercepat.

Makna Tafsir Jalalein itu dibaca khusus dengan makna dan arti yang didapatkan secara turun-temurun.

Membaca makna tentu dengan kajian alat nahwu sharaf, sehingga bunyinya terdengar.

Semalam tadarusan hanya dua juz,  sehingga 30 juz butuh 15 malam. Dan selesai tadarus, dilanjutkan dengan Shalat Tarawih 23 rakaat.

Jumat malam itu, Tuanku Datuak dari Singgalang dan Buya Jakfar Tuanku Imam Mudo dari Padang Magek ikut membaca, dan didaulat langsung oleh Buya Marulis Tuanku Mudo.

Tentu bagian dari motivasi bagi santri yang ikut tadarus malam itu. Mendengar langsung dari alumni yang sibuk di kampung, tapi masih seperti itik buang air kencangnya membaca kitab itu.

Tadarus tafsir ini adalah tradisi langsung dari mendiang Buya Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, pendiri pesantren itu.

Tradisi terus berlanjut. Setelah Buya tak ada, kegiatan ini dilanjutkan oleh mendiang Buya Marzuki Tuanku Nan Basa, dan sepeninggalnya diteruskan oleh pimpinan yang sekarang.

Tafsir Jalalei adalah kajian utama di pesantren itu. Kelas tujuh kaji pagi adalah kitab itu, langsung dengan Guru Besar pesantren, yang kini dipegang Buya Marulis Tuanku Mudo.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun