Tak banyak orang menyorot saat Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, Selasa malam kemarin tampil pakai sarung di Masjid Syuhada Pasar Usang, dalam Safari Ramadhan khusus.
Mungkin karena mau shalat atau sedang di masjid, sehingga dianggap lumrah, dan tidak istimewa bagi seorang Suhatri Bur tampil menggunakan sarung.
Terlepas dari itu semua, sarung bagi siapa pun saat shalat adalah hal yang biasa. Namun, bagi Ketua PAN Padang Pariaman ini malam itu terasa istimewa sekali menggunakan sarung.
Sarung, menjadikan seseorang tampil bebas tanpa beban dan tekanan. Apalagi yang memakai sarung seorang ulama dan santri, semakin kokoh predikat sosial yang dia sandang.
Di pakai dalam beribadah, sarung seolah menunjang kenikmatan dan kesempurnaan dalam berubudiyah kepada Tuhan tersebut.
Tak heran, para ulama dan santri juga dikenal banyak orang sebagai kaum sarungan, karena senang dan suka pakai sarung.
Suhatri Bur yang mengaku pernah jadi "pakiah", sebutan lain dan kearifan lokal untuk santri yang mondok di pesantren berbasis surau, tentu sarung tak terasa asing baginya.
Paling tidak, Suhatri Bur ingin menunjukkan kepada kaum santri dan ulama untuk terus melestarikan budaya sarung, sebagai kekuatan marwah ulama dan santri itu sendiri.
Dan juga, dia ingin mengokohkan bahwa pesantren berbasis surau itu paling banyak ditemui di daerah yang sedang dia pimpin.
Hanya saja, penonjolan itu tidak pernah terjadi, dan terkesan tak pula ingin di kemukakan di tengah banyaknya komunitas yang lain tentunya.
Suhatri Bur pernah mengaji di Surau Lubuk Tahun, katanya. Lama dia berguru di Pesantren Darul Ikhlas itu, mungkin karena di kampungnya sendiri.
Dia bercerita suatu ketika soal mengaji yang tidak kesampaian jadi tuanku. Sebab, akhir dari pergulatan santri dalam menuntut ilmu diberi gelar tuanku.
Hingga kini, surau tetap jadi acuannya dalam setiap kali melangkah dan berbuat di daerah ini.
Sesaat sebelum ke KPU untuk mendaftar jadi calon bupati dan terpilih, Suhatri Bur ziarah ke makam Buya Zubir Tuanku Kuniang, pendiri Pesantren Darul Ikhlas.
Nah, hadirnya dia di tengah masyarakat saat ini dengan sarung yang kokoh, adalah bagian dari menghidupkan program Padang Pariaman relegius tentunya.
Sarung memberikan dampak positif yang amat luar biasa. Sarung bisa menyelamatkan yang memakainya dari hal-hal yang terlarang.
Sarung adalah cerminan dari ketokohan ulama pewaris nabi. Tampil dengan gagahnya, melahirkan banyak sumber inspirasi.
Sekarang, Suhatri Bur tinggal menggelorakan saja, bahwa "Padang Pariaman Negeri Seribu Surau". Surau memang banyak di daerah ini.
Orang surau senang dan terbiasa dengan sarung. Peringatan maulid nabi ala kampung pun, sedekah lamanya juga pakai kain sarung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H