Suhatri Bur pernah mengaji di Surau Lubuk Tahun, katanya. Lama dia berguru di Pesantren Darul Ikhlas itu, mungkin karena di kampungnya sendiri.
Dia bercerita suatu ketika soal mengaji yang tidak kesampaian jadi tuanku. Sebab, akhir dari pergulatan santri dalam menuntut ilmu diberi gelar tuanku.
Hingga kini, surau tetap jadi acuannya dalam setiap kali melangkah dan berbuat di daerah ini.
Sesaat sebelum ke KPU untuk mendaftar jadi calon bupati dan terpilih, Suhatri Bur ziarah ke makam Buya Zubir Tuanku Kuniang, pendiri Pesantren Darul Ikhlas.
Nah, hadirnya dia di tengah masyarakat saat ini dengan sarung yang kokoh, adalah bagian dari menghidupkan program Padang Pariaman relegius tentunya.
Sarung memberikan dampak positif yang amat luar biasa. Sarung bisa menyelamatkan yang memakainya dari hal-hal yang terlarang.
Sarung adalah cerminan dari ketokohan ulama pewaris nabi. Tampil dengan gagahnya, melahirkan banyak sumber inspirasi.
Sekarang, Suhatri Bur tinggal menggelorakan saja, bahwa "Padang Pariaman Negeri Seribu Surau". Surau memang banyak di daerah ini.
Orang surau senang dan terbiasa dengan sarung. Peringatan maulid nabi ala kampung pun, sedekah lamanya juga pakai kain sarung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H