Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ancaman dan Teror adalah Vitamin Penambah Semangat Kerja Jurnalis

11 Februari 2022   11:27 Diperbarui: 15 Februari 2022   09:12 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi wartawan dengan dengan Bawaslu terkait banyak hal soal informasi. (foto dok damanhuri)

Saya tetap tak memutus hubungan. Tetap komunikasi dan bertegur sapa dengan dia. Acap pula ketemu pasca berita itu terbit.

Kejadian tahun 2010 itu, membuat beritanya viral. Portal belum banyak, komunikasi antar komisioner KPU di Sumbar pun saling bersileweran lewat telpon.

Masih di tahun itu, saya juga menerima ancaman dari ibu-ibu yang merasa tidak terima atas pemberitaan yang berhubungan dengan bantuan untuk korban gempa 2009.

Menamakan kelompoknya "Kandang Rasul", saya dapat penugasan dari Pemred untuk menelusuri ini, karena banyak masukan, lantaran kelompok ini memungut uang masyarakat dengan iming-iming bantuan gempa.

Saya cari dan hubungi perempuan pengurus kelompok itu. Tak bersua, tapi hubungan lewat telpon masuk, dan kami saling berkomunikasi dengan sangat mantapnya.

Sebelum ke ibu rumah tangga itu, saya sudah dapat cerita dari masyarakat dan walinagari, tentang keresahan kelompok ini.

Tinggal konfirmasi ke ibu itu, dan lengkap lalu saya kirim naskah beritanya ke redaksi. Karena ini orderan Pemred, berita ditarok di halaman satu.

Pas berita itu terbit, ibu yang saya telpon kemarinnya terkesan menyuruh perempuan lain, kesannya atasannya menghubungi saya.

Lunak dan lembut, dan lama akhirnya membentak saya atas berita itu. Beradu argumen cukup lama dan panjang lewat sambungan telpon, dengan tetap dia bersikeras kalau kelompoknya tak meresahkan masyarakat.

Saya suruh dia membuat hak jawab, dia tak mengerti, katanya. Ya, sudah. Kalau berita tak boleh saya mencabutnya, karena konfirmasinya cukup.

Tak ada yang dirugikan. Semua yang berkepentingan saya beri kesempatan untuk bicara, mempertahankan argumennya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun