Saya tetap tak memutus hubungan. Tetap komunikasi dan bertegur sapa dengan dia. Acap pula ketemu pasca berita itu terbit.
Kejadian tahun 2010 itu, membuat beritanya viral. Portal belum banyak, komunikasi antar komisioner KPU di Sumbar pun saling bersileweran lewat telpon.
Masih di tahun itu, saya juga menerima ancaman dari ibu-ibu yang merasa tidak terima atas pemberitaan yang berhubungan dengan bantuan untuk korban gempa 2009.
Menamakan kelompoknya "Kandang Rasul", saya dapat penugasan dari Pemred untuk menelusuri ini, karena banyak masukan, lantaran kelompok ini memungut uang masyarakat dengan iming-iming bantuan gempa.
Saya cari dan hubungi perempuan pengurus kelompok itu. Tak bersua, tapi hubungan lewat telpon masuk, dan kami saling berkomunikasi dengan sangat mantapnya.
Sebelum ke ibu rumah tangga itu, saya sudah dapat cerita dari masyarakat dan walinagari, tentang keresahan kelompok ini.
Tinggal konfirmasi ke ibu itu, dan lengkap lalu saya kirim naskah beritanya ke redaksi. Karena ini orderan Pemred, berita ditarok di halaman satu.
Pas berita itu terbit, ibu yang saya telpon kemarinnya terkesan menyuruh perempuan lain, kesannya atasannya menghubungi saya.
Lunak dan lembut, dan lama akhirnya membentak saya atas berita itu. Beradu argumen cukup lama dan panjang lewat sambungan telpon, dengan tetap dia bersikeras kalau kelompoknya tak meresahkan masyarakat.
Saya suruh dia membuat hak jawab, dia tak mengerti, katanya. Ya, sudah. Kalau berita tak boleh saya mencabutnya, karena konfirmasinya cukup.
Tak ada yang dirugikan. Semua yang berkepentingan saya beri kesempatan untuk bicara, mempertahankan argumennya.