Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai, NU Gelorakan Peradaban Dunia dan Kemandirian

23 Desember 2021   00:41 Diperbarui: 23 Desember 2021   00:59 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu abad NU: kemandirian dalam berkhidmat untuk peradaban dunia. Ini tema besar Muktamar NU ke-34 di Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai. 

Sebuah tema tentunya, yang ditetapkan berdasarkan kajian dan diskusi panjang, melihat dari berbagai sisi arah perjuangan yang sudah dan akan dilakukan organisasi kaum pesantren ini.

Muktamar yang baru saja dibuka secara resmi oleh Presiden Jokowi ini, menjadi titik nadir dan akan melahirkan perjuangan besar setelah helat lima tahun sekali itu selesai dilakukan.

Berlangsung dari 22-23 Desember ini, tentunya sebuah helat besar yang penuh dengan tanda tanya. Sementara, tema yang diangkat cukup besar dan butuh energi yang maksimal untuk mewujudkannya.

Barangkali tak cukup hanya sekedar label sebagai salah seorang muslim yang paling berpengaruh di dunia, yang pernah disematkan kepada KH Said Aqil Siradj, dan tak pula gampang hanya dengan menguasai sejumlah bahasa dunia yang melekat pada KH Yahya Cholil Staquf.

Kedua tokoh, yang sampai usai pembukaan muktamar masih diperbincangkan oleh para muktamirin yang ikut secara langsung, maupun yang ikut secara daring, dan mengamati dunia media sosial, untuk jadi calon Ketua Umum PBNU lima tahun mendatang.

Para tokoh penting dalam organisasi ini nyaris memberika komentar netral terhadap kedua tokoh tersebut. Tak ada kampanye hitam, saling jegal.

Terasa sekali nuansa muktamar kali ini adalah ajang silaturahmi para ulama, kader ulama dan santri tentunya di Lampung.

Sepertinya, tidak ada pemilihan secara langsung calon Ketua Umum PBNU pada muktamar kali ini. Masing-masing pemilik suara yang terdiri dari PW, PC, dan PCI NU saat registrasi, langsung memasukan ke kotak suara, nama yang diusulkan untuk Ahwa, atau perwakilan yang akan menetapkan Ketua Umum PBNU lewat musyawarah mufakat.

Artinya, kondisi demikian dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam helat di masa pandemi ini.

Hiruk-pikuk kegaduhan politik tidak ada. Yang ada hanya komunikasi dan koordinasi yang mantap, melahirkan konsep besar yang akan dikembangkan lima tahun mendatang.

Peradaban dan kemandirian. Itu konsep besarnya, kalau kita persingkat tema muktamar ini. Peradaban Islam yang membawa rahmatan lilalamin. Anti terorisme dan radikalisme agama.

Islam, melalui penjabaran NU akan menggelinding ke belahan dunia, menyuarakan toleran, yang oleh NU dipopulerkan lewat konsep tasamuh.

Pesantren yang menurut sebagian kalangan adalah tempat bersarangnya terorisme, sekarang tidak ada lagi anggapan demikian.

Perjuangan NU, pesantren telah menjadi logomotif penegak dan penyangga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Hanya saja, pluralisme dan liberalisme sedikit agak dipelihara dengan baik oleh NU. Liberalnya, kadang-kadang belum termakan oleh santri, sehingga salah tafsir dan akhirnya salah anggapan, ketika menyikapi apa yang dilakukan tokoh pengambil kebijakan dalam organisasi yang lahir pada 1926 ini.

Nah, tentu kajian demikian menjadi catatan tersendiri dalam ber-NU nantinya. Silakan toleran, tapi ada batas dan rambu-rambu yang mengikat, sehingga anak muda dan kaum santri milenial tak luar dalam berfikir dan berzig-zag.

Tentunya, peradaban dunia ini, setelah sukses dan tersosialisasinya kajian Islam Nusantara dengan penuh dinamika yang dicetuskan dalam muktamar NU sebelum ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun