Teori amat ampuh dilakukan oleh pesantren, dan terbukti mampu membendung para santrinya dari berbagai tindak kejahatan. Nyaris 24 jam yang berlaku, semuanya terisi dengan kegiatan positif di pesantren.
Memang ada sih waktu untuk bermain, tetapi presentasenya amat kecil. Itu pun dilakukan rentang sehabis Asar jelang Magrib. Lalu malam mengaji lagi dengan guru di asrama. Pagi sampai siang belajar di kelas, dengan guru kelas tentunya.
Bayangkan, pola yang dilakukan pesantren itu cukup kuat untuk menanamkan nilai-nilai moral dan akhlakul karimah para santri, yang langsung guru dan pimpinan pesantren memulainya.
Guru pesantren memberikan keteladanan. Biasanya dia jarang ngomong. Hanya memberikan keteladanan dengan karakternya sendiri, yang tidak dibuat-buat tentunya.
Asli tampilan gurunya, sesuai pergumulannya dengan sekian lama bergelud dengan anak-anak dan kitab.
Lalu, setelah perkara bersuci selesai dipelajari pada tahun pertama, masuk soal ibadah pada tahun berikutnya. Semua ibadah yang wajib dan yang sunnah dipelajari dengan tuntas dan apik sekali.
Sama dengan perkara bersuci tadi, dalam bab ibadah juga di samping teori melalui pembacaan kitab fiqh, juga ada prakteknya sekalian. Tak heran, di Pesantren Madrasatul 'Ulum tempat saya belajar dulunya, shalat berjemaah itu wajib hukumnya bagi santri.
Bagi yang melanggar ada sanksi dari santri senior. Termasuk yang senior melanggar juga ada sanksi yang diberikan. Sampai kepada yang membangunkan santri pagi-pagi jelang Subuh masuk, ada santri yang piket secara bergiliran.
Perkara kajian ibadah ini amat panjang. Sampai memakan waktu yang cukup lama mendalaminya. Semuanya saling terkait dengan kematangan jiwa dan diri santri itu sendiri.
Mulai dari ibadah shalat, puasa, zakat, naik haji, serta munakahat tentunya ketika telah memasuki dewasa. Semua dibahas tuntas dan panjang waktunya.
Munakahat, alias pelajaran fiqh orang dewasa. Bahasa sekarang di sinilah para santri itu diberikan pelajaran seksual. Perkara halal dan haram dalam suasana pernikahan.