Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filosofi 212 Menurut Kyai Khambali

2 Desember 2021   18:45 Diperbarui: 2 Desember 2021   18:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendiri Gema Santri Nusa dan Pengasuh Majlis Sholawat Ahlul Kirom, Kyai Khambali mengatakan, bahwa angka 212 di Indonesia memang populer sebagai angka yang identik dengan sang tokoh sinema pendekar fiktif bernama "Wiro Sableng". Terkenal dengan istilah muridnya Sableng, Gurunya Gendheng atau Gila.

Itu pandangan sebagian orang. Namun, menurut Kyai Khambali mengistilahkan aksi 212 dengan filosofinya angka 2 sebagai surat ke-2 dalam Al-Quran bernama Al-Baqarah, sedangkan angka "12" dengan ayat ke -12.  

"Kita mencoba dari "tafsir modern" angka tersebut dengan membuka lembaran tafsir Al-Qurannya apa gerangan yang terjadi sehingga diidentikkan dengan aksi "212"," tambah Kyai Khambali.

Surat Al-baqarah (2) ayat 12 yang berbunyi: "Dan bila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi'. Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan'. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS.2: 11-12)

Persis seperti ini jawaban kelompok 212 ketika ditanya, bahwa mereka akan mengadakan perbaikan dengan merevolusi akhlak dan dijawab dalam surat 212 bahwa sesungguhnya mereka itulah orang orang yang membuat kerusakan, tapi mereka tidak sadar.

"Gerakan 212 ini bukan gerakan keagamaan, tapi gerakan politik dibungkus dengan manipulasi agama. Istilah kerennya adalah politisasi agama, dan di Pilkada DKI Jakarta kelompok ini telah berhasil menggunakan agama sebagai kedok untuk meraih kekuasaan," ujar Kyai Khambali.

Katanya, seyogyanya agama adalah sebuah tuntunan, agar kita selalu hidup damai, toleran, perlu berdampingan dan memberi rahmat bagi seluruh alam semesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun