Sepertinya menghamburkan diri ke sungai bagian terdalam menjadi kepuasan tersendiri oleh Jamal dan kawan-kawannya. Siang menjelang sore, Jamal yang masih senang dengan celana pendek ini mengajak teman-temannya mandi sambi mencebur ke bagian yang dalam di Sungai Batang Mangoi.
Tepatnya di belakang komplek Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pua, Nagari Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman.
Batang Mangoi, satu dari sekian banyak sungai besar di daerah ini. Jamal yang anak sekolah dasar itu, sepertinya sudah terlatih mandi di sungai besar tersebut.
Hebat dia menghambur. Tampak dia bertanding dengan lima orang kawannya mencebur dan melayangkan diri lalu berenang ketepian lagi, lalu mengulang menghambur sampai berkali-kali. Dia mengaku tak ada yang mengajari mandi seperti itu. "Pandai surang saja," katanya singkat.
Dulu, katanya, di sungai ini banyak orang mandi. Sungai Batang Mangoi umumnya dijadikan tempat mandi. Sekarang, jarang dan nyaris tak ada lagi orang menggunakan sungai sebagai tempat mandi.
Umumnya, setiap rumah sudah pakai kamar mandi. Jadi, Sungai Batang Mangoi banyak dijadikan sebagai tempat usaha tambak ikan. "Lihatlah, banyak keramba yang dipasang di tepi sungai ini, sebagai mata pencaharian orang perorang di kampung ini," ulas dia.
Di samping itu, banyak pula orang yang mengeluarkan pasir dari dalam sungai ini untuk dijual. Pasir sebagai bahan bangunan, umumnya dikeluarkan dari dalam sungai di Lubuk Pua ini. Yang tak kalah penting itu, ikan yang lepas bebas dalam sungai juga menjadi ladang usaha oleh nagari, dengan cara membuat ikan larangan yang dibuka sekali dalam setahun.
Kenapa tak banyak lagi orang mandi di sungai? Jawab saja dengan sebuah perubahan. Perubahan sistem dan perilaku sosial masyarakat yang terus mengalami kemajuan.
Kemudian, mental keberanian anak-anak dan masyarakat juga kian berkurang. Rasa cemas dan takut datang ketika melihat kedalaman sungai yang menghijau.
Dulu, setiap tepian sungai itu sudah dikapling-kapling. Misalnya, tepian ini milik Rang Sikumbang, sehingga familiar nama tepian itu dengan "Tapian Sikumbang". Suku lainnya juga membuat tepian untuk mereka mandi, dan bahkan di tepinya sengaja dibuat sebuah sumur. Sehabis mandi dan mencuci, air sumur itu dianggut pulang untuk di masak.
Ya, sumur spesial untuk minum. Tak ada yang memakai air sumur itu untuk mandi, kecuali pada musim hujan yang berlanjut dengan keruh menguningnya aliran sungai oleh tebing yang runtuh di bagian atas. Perubahan sosial sangat tajam dan cepat.