Mengetahui Rasa Sakit Lebih Penting
Apa yang ada dibenak anda jika seorang anak kecil tidak bisa merasakan rasa sakit? Dan sekarang coba anda bayangkan jika seorang anak kecil tidak bisa merasakan rasa sakit. Maka ketika dia lapar, dia tidak akan menangis karena merasakan lapar, dia tidak akan menangis ketika ada sesuatu yang menusuk tangannya, bahkan dia tidak akan menangis ketika kita memberikan air yang terlalu panas untuk diminum. Apa yang akan terjadi selanjutnya, tubuhnya tidak akan sanggup menerima semua stimulus yang tidak seharusnya diterima.
Maka bisa dipastikan anak tersebut tidak akan bisa bertahan lama. Kenapa? Karena rasa sakit memberi kita sebuah signal atau pemberitahuan bahwa ada sesuatu yang salah dalam tubuh kita. Rasa sakit itu akan membuat kita mengambil tindakan untuk melakukan sesuatu, menghindari sesuatu, untuk mengurangi rasa sakit itu dan mengobatinya.
Tidak ada seorangpun di dunia ini menyukai rasa sakit, namun setiap kita harus belajar menyadari bahwa rasa sakit adalah sebuah anugerah kepada kita untuk kita bisa bertahan hidup.
Sebagian besar orang sering kali mengidentikkan rasa sakit hanya berhubungan dengan fisik, pengetahuan itu tidaklah sepenuhnya salah namun tidak juga sepenuhnya benar. Luka yang memberikan efek rasa sakit secara fisik secara umum dapat segera kita ketahui, jikalaupun kita sulit mengidentifikasinya kita bisa segera datang kepada para professional untuk mengidentifikasinya dan meminta saran bagaimana mengatasinya.
Kasus yang sama juga bisa terjadi dengan luka batin, kita juga bisa datang kepada para professional untuk mengetahui penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya. Nah, yang menjadi masalah disini adalah, luka batin sering kali tidak disadari oleh kita. Kalau kita tidak sadar maka kemungkinan untuk mengobatinya pun sangat minim bahkan tidak ada.
Kenapa saya ambil judul "mengetahui rasa sakit lebih penting"? karena ada begitu banyak rasa sakit dari luka batin tidak disadari. Kondisi ini sama saja dengan cerita saya diawal mengenai anak kecil yang tidak merasakan rasa sakit, maka ia tidak akan bertahan lama. Kata tidak disadari lebih tepatnya, tidak mau diidetifikasi atau lebih tepatnya lagi terjadi pengabaian.
Pengabaian ini seringkali terjadi dalam kehidupan kita, karena kita pikir luka itu akan segera berakhir, seiring dengan perjalanan waktu. Saya mau tegaskan, waktu tidak akan mengubah apapun jika kita tidak mau belajar untuk mengobati luka yang kita rasakan.
Mengapa ada begitu banyak kejahatan yang terjadi? Karena ada begitu banyak anak-anak yang tidak merasakan kasih sayang dari orang tuanya, karena ada begitu banyak anak-anak yang tidak merasakan sentuhan kasih dari seorang Ayah, karena ada begitu banyak anak-anak yang terluka secara batin dan tidak dipulihkan. Orang-orang beranggapan bahwa seiring perjalanan waktu mereka akan mengerti apa yang salah dan benar, pemikiran seperti itu tidak salah.
"Seiring perjalanan waktu mereka akan mengerti apa yang salah dan benar" kondisi ini hanya terjadi dalam kondisi sadar manusia. Nah, bagaimana dengan kondisi alam bawah sadarnya? Saya refreshsedikit mengenai kondisi alam sadar dan alam bawah sadar. Otak kita seperti layaknya gunung es yang muncul dipermukaan, yang tampak hanya 12 persen saja, 88 persen sisanya masih tenggelam di dalam lautan. Yang 12 persen itu disebut sebagai alam atau fikiran sadar dan sisanya 88 persen disebut alam bawah sadar.
Antara alam sadar dan bawah sadar dibatasi se-buah garis filter yang disebut reticular activating system. Garis ini berfungsi melindungi manusia dari informasi-informasi yang tak perlu, sehingga seseorang tetap terlihat sadar dan waras. Nah, selama ini, kemampuan otak yang digunakan oleh manusia hanya 12 persen, sisanya tenggelam dalam diri kita.
Alam bawah sadar kita sangat kuat sekali. Dalam proyeksi kehidupan, alam bawah sadar ini merupakan sebuah gudang yang luas, yang menyimpan semua pengalaman hidup kita, citra diri kita. Perilaku, cara berpikir, dan cara merasa manusia adalah hasil proyeksi dari apa yang ada di alam bawah sadarnya. Misalkan, seorang anak dimasa kecilnya harus kehilangan kedua orang tuanya dan mengurus adiknya yang masih kecil. Maka di pikiran bawah sadarnya akan tersimpan ketakutan akan kehidupan kedepannya, hal tersebut akan membentuk dia menjadi seorang yang keras, protektif dan tidak bergantung kepada orang lain.Â
Atau misalnya seorang anak yang sudah ditinggalkan oleh sang ayah semenjak ia kecil, ia harus melihat sang ibu berjuang sendiri dan sebagai seorang anak ia juga berusaha untuk membantu sang ibu dan berusaha untuk tidak menyusahkan. Maka ia akan terbentuk menjadi seorang yang keras kepala, tidak mau meminta bantuan kepada orang lain, lebih cenderung untuk memutuskan sendiri dan cenderung tidak percaya dengan lelaki.
Seorang anak yang dari kecil sering dipukuli dan dibentak, di pikiran bawah sadarnya akan tersimpan ketidakpuasan dan rasa takut yang berlebih, ini akan mempengaruhi perilaku dan cara berpikir dan cara merasa dia di masa depan. Hal yang dapat terjadi, dia bisa saja menjadi orang yang minder, takut berlebihan, tidak mudah percaya orang, negatif thinking, kurang semangat juang, dan lain sebagainya. Namun bisa saja justru dengan semua ketidakpuasan itu di pikiran bawah sadarnya, ia malah menjadi orang yang sangat agresif, ia menjadi orang yang keras, pemarah, dan menyakiti orang lain juga.
Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana jika luka batin yang terjadi pada kita tersimpan di alam bawah sadar kita? jikalau kita mau memperhatikan orang-orang sekeliling kita, maka bagaimana dia saat ini adalah pengaruh bagaimana ia mampu memanajemen luka masa lalunya.
Kondisi inilah yang perlu kita mengerti, bagaimana kita tidak mengabaikan luka yang terjadi dalam diri kita. Sekecil apapun itu, hal itu perlu diselesaikan. Jangan beranggapan waktu akan menyembuhkan luka, teori ini adalah teori sesat yang akan membawa kita kedalam kehancuran hubungan dengan orang sekitar kita, ketidakpuasan dalam hidup dan hasrat untuk tetap mencari tanpa ada kata puas.
Mari mencaritahu, mengidentifikasi dan menyembuhkan luka, jikalau kita tidak mampu menyelesaikannya sendiri berarti kita butuh para professional. Tidak harus mencari psikolog. kita bisa berbicara dengan orang yang kita percaya yang bisa memberikan masukan positif. Keterbukaan adalah salah satu cara untuk menyembuhkan luka.
Semua orang pernah terluka, tapi perbedaan setiap orang adalah bagaimana ia mampu untuk menyelesaikannya dengan baik.
Mari mulai dari diri sendiri, dan keluarga kecil kita. Agar tidak ada generasi-generasi yang terluka yang akan melukai orang lain lagi. Agar tidak ada lagi generasi-genarasi penuh luka yang akan menghancurkan indahnya kehidupan kita. Agar tidak ada lagi generasi-generasi penuh luka yang tidak peduli akan hidup orang lain.
So, mari mulai mencaritahu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H