Mohon tunggu...
Damae Wardani
Damae Wardani Mohon Tunggu... broadcaster, MC -

"Write to look for the meaning of life." Tinggal di http://jalandamai.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

[Jelajah4G Etape 1] Kepiluan Telaga Remis

3 Mei 2016   09:11 Diperbarui: 3 Mei 2016   10:10 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari baru saja bergeser dari atas ubun-ubun, saat peserta #Jelajah4G tiba di kawasan Telaga Remis. "Sejuknya… Serasa kembali ke peradaban", kata Irfa, delegasi Bandung Berkebun, begitu keluar dari mobil Chevrolet putih yang ia tumpangi. Rindangnya pepohonan di tanah milik Perhutani ini membuat Telaga Remis adem. Sungguh 180 derajat terbalik dari kota Majalengka-Kuningan, bahkan dengan hawa Telaga Nilem yang hanya berjarak sekira 500 meter turun dari sini.

#Jelajah4G Etape 1

Kedatangan peserta #Jelajah4G bersama Smartfren disambut nyanyian serangga di pepohonan yang langsung terdengar begitu sampai parkiran. Sekilas memandang sekeliling, imajinasiku liar berputar. Kubayangkan sedang jadi aktor utama dalam film "Jungle Book" yang menjaga perdamaian dunia hutan dengan dunia manusia. Bunga Merah (istilah untuk menyebut 'api' di film itu), seakan mustahil menjadi penghancur keasrian yang begitu menawan.Sayang, kenyataan tak selalu sejalan dengan imajinasi. Bahkan boleh dibilang, kejam. Memang, bukan si Bunga Merah yang melahap apa pun yang disentuhnya. Melainkan sesuatu yang kasat mata. Sadis, menghunus sukma.

img-20160503-074812-5728073f159373ff04181ccc.jpg
img-20160503-074812-5728073f159373ff04181ccc.jpg
#Jelajah4G Etape 1

Saat satu per satu anak tangga yang menghubungkan parkiran dengan telaga ini kuturuni, menyeruaklah kesedihan yang kelam dari semua sudut. Semacam aroma kesepian. Rerumput yang tumbuh liar di semua titik pun seolah bertanya, "Siapa gerangan yang masih mau menyambangi tempat terpencil di kaki gunung Ciremai ini?". Juga burung-burung yang tak kuhafal namanya, berterbangan dengan raut ketakutan.

Duh! Aku tak tega melihat warung-warung yang tersebar di sekitar lokasi. Tersisa satu dua yang pintunya terbuka dan terlihat penjualnya. Barang dagangan yang dipajang pun tampak usang. Pertanda tak banyak yang berhasil terjual tiap harinya. Mulai makanan ringan, aneka minuman (sachet maupun botolan), hingga kerajinan tangan khas Telaga Remis, sama nasibnya. Tak heran jika malah lebih banyak warung yang dibiarkan tertutup, lapuk, karatan.

img-20160503-074646-572805974d7a61360523f96f.jpg
img-20160503-074646-572805974d7a61360523f96f.jpg
#Jelajah4G Etape 1

Karenanya, kehadiran serombongan manusia berkaos merah dengan tulisan "Gue Generasi Kretif, #Generasi4G" itu membuat penjaga warung sumringah. Kebetulan, hawa dingin ditambah lelahnya perjalanan Bandung-Sumedang-Telaga Remis sejak jam 7 pagi, pas sekali untuk ngopi di sini. Tak heran sebagian peserta lebih memilih menikmati pesona telaga ini dengan menyeruput aneka minuman hangat di warung-warung.

Sebagian lagi, antusias duduk di sebuah perahu yang kami sewa. Dengan harga 10 ribu/orang, kami mengitari Telaga Remis yang konon berasal dari istilah untuk menyebut kerang. "Remis itu artinya kerang. Warga di sekitar memang sering nyari kerang di telaga ini", terang pendayung perahu tanpa mesin yang kami naiki. Meski tak banyak bercerita, setidaknya ia membenarkan kalau pemerintah setempat, dinas pariwisata, dan perhutani, tak begitu serius melestarikan dan mengembangkan objek wisata ini. Kian hari kian sepi dan tak terawat.

img-20160503-074725-572805fa5a7b612b0e9fc48e.jpg
img-20160503-074725-572805fa5a7b612b0e9fc48e.jpg
#Jelajah4G Etape 1

Baru beberapa dayung, gerimis yang tak diundang tiba-tiba datang. Satu kata yang kurasa paling pas menggambarkan suasana di tengah telaga yang dikeliling hutan: romantis. Seketika peserta diam menghayati. Selfi, foto, video, tetap diambil tanpa sepatah kata. Mengagumi kekayaan alam Kuningan yang selama ini jarang terekspos media. Bahkan hampir semua peserta baru pertama kali menapakkan kaki di tempat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun