Â
Boober Tropica masih sepi saat kami tiba di sana. Salah satu café yang menjadi pilihan hangout anak muda Bandung ini terletak di jalan Sumatra No. 5. Sempat cemas dan mengira kami agak terlambat karena lepas adzan maghrib masih di jalan, sementara acara dijadwalkan mulai pukul 18.30 WIB. Untungnya, di café berdesain semi outdoor itu, belum satu pun tamu undangan terlihat wajahnya.
Kami menyusuri ruang utama berhias daun yang merambat dari sebuah tiang hingga seluruh atap ruangan. Berpadu temaram lampu (tidak terlalu gelap, tidak juga keterangan) dan alunan musik slow bervolume rendah, pas untuk berdiskusi ringan.
Selang 30 menit kemudian, peserta mulai berdatangan. Sembari memesan makanan dan minuman, kami saling berkenalan. Mereka adalah perwakilan dari beberapa komunitas pecinta lingkungan di Bandung, seperti Bandung Clean Action, Earth Hour Bandung, Earth Hour Cimahi, Ugreen ITB, dan HILO Green Community Bandung. Sebagian peserta lain berasal dari pers kampus, diantaranya pers kampus UIN SGD, UPI, UNPAD, dan ITENAS (sayangnya, dua terakhir berhalangan hadir). Totalnya tercatat 19 nama di daftar absen.
Dan, kami?Â
Manajer Unit Website dan Sosial Media PT. Semen Indonesia, hadir sebagai pembicara, Arief Hermawan. Beserta staff, Rono dan Novi. Tentunya juga saya yang sedang bercerita, satu-satunya panitia, paling cantik pula. :D
Acara bertajuk "…Upaya Pelestarian Lingkungan untuk Bisnis Berkelanjutan…" ini sengaja menyapa kawan-kawan Bandung, setelah event-event sebelumnya berpusat di Jawa Timur. Berangkat dengan harapan besar agar sapaan kami diterima dengan tangan terbuka. Terlebih ini bukan seminar atau talkshow, melainkan sharing dan diskusi. Melalui acara ini, kami ingin berbagi informasi tentang PT Semen Indonesia yang sempat gonjang ganjing gegara pembangunan pabrik baru di Rembang. Sekaligus bertukar pikiran, ide, masukan, kritik, maupun saran secara langsung dari para pemuda di Bandung.
Sempat ngaret satu jam, tak apa, dimaklumi. Presentasi tentang PT Semen Indonesia pun dimulai. Arief menjelaskan bagaimana sebenarnya pabrik Semen yang dituding sebagai perusak lingkungan, air, pertanian, bahkan lahan tambang. Teknologi macam apa yang digunakan, bagaimana cara kerjanya. Lalu, bagaimana proses produksi semen mulai pengangkutan bahan, pengolahan di pabrik, sampai distribusinya. Upaya apa saja yang sudah dilakukan Semen Indonesia untuk menghemat bahan baku, mengganti bahan baku utama dengan limbah, dan edukasi ke masyarakat untuk menghemat penggunaan semen.
Peserta mengakui terkesima dengan keadaan pabrik Tuban yang masih hijau asri, bahkan hasil pertanian meningkat berlipat di sekitar pabrik. "Dulu sebelum Semen masuk Tuban, petani hanya panen 1 tahun sekali. Setelah Semen berdiri di sana, petani justru bisa panen setahun 3 kali" terang Arief. Hal ini menjadi bukti komitmen Semen Indonesia bahwa, pembangunan pabrik bukan untuk mengahancurkan sumber daya alam, apalagi merampas lahan pertanian.
Mereka juga kagum dengan upaya Semen Indonesia dalam melestarikan lingkungan, seperti penanaman pohon, reklamasi bekas tambang, hingga program Semen Heritage: mendesain Telaga Ngipik menjadi Botanical Garden, menyulap bekas pabrik menjadi Museum Industri dan Educational Park (alangkah kerennya kalau nanti bisa seperti Museum KAA di Bandung, dengan seabreg pesona dan kemanfaatan komunitasnya), serta membangun Universitas Internasional Semen Indonesia.
Sangat panjang. Kurang lebih hampir satu jam Arief memaparkan. Jika diurai semua, bisa jadi Anda enggan membaca #upz. Bukan karena ia tak tahu waktu, tapi memang penjelasan terkait PT SI ini semacam novel serial: saling berkaitan dan tuntas dipahami setelah membaca hinga seri terakhir. Terlebih, selama ini Bandung sama sekali belum berkenalan dengan SI. Wajar jika banyak butuh detail dalam setiap poin. Sisi lain, public speakingnya manajer ini memang patut diacungi jempol.
Sharing tampak semarak
Kami kira peserta mulai ngantuk. Sempat tidak enak hati. Jangan sampai pertemuan pertama berujung membosankan. Ternyata dugaan kami terpatahkan setelah mendengar deretan pertanyaan yang sangat antusias. Mulai isu Semen Rembang yang ditanyakan delegasi Pers UIN SGD, persoalan tanah kapur di Bali yang ditanyakan oleh Reza (Pers Pasca-UPI). Bandung Clean Action menyusul dengan pertanyaan tentang bagaimana solusi pengelolaan candi sampah di Bandung. Dilanjut Earth Hour Bandung dengan label produk ramah lingkungan untuk semen, sejalan dengan program #Beliyangbaik.
Sembari menyantap aneka hidangan khas Boober Café, diskusi berlangsung hangat. Hingga muncul todongan penjelasan CSR dari Ugreen ITB dan Hilo Green Community Bandung. "Kami orang sosial yang peduli dengan lingkungan, akan lebih tertarik dengan program-program CSR", kata delegasi Ugreen. Ditambahkan Hilo Green, "Jujur dari awal saya nggak nangkep soal teknologi-teknologi pabriknya. Makannya mungkin akan lebih efektif kalau ditambah penjelasan soal CSR Semen itu seperti apa".
Malah, todongan CSR ini berlanjut hingga sharing session di Bogor, esoknya, sore hari. Tepatnya acara berangsung pada tiga hari sebelum euforia kemerdekaan RI, 14 Agustus 2015. Konsep acara sama dengan Bandung, tapi peserta berasal dari komunitas yang berbeda. Hanya separuh dari 30 undangan peserta yang hadir. Semua peserta Bogor merupakan lingkaran jaringan pertemanan Baban Sarbana, seorang penulis, blogger, aktivis, dan pengusaha resto ayam asep. Jenjang usianya pun beda jauh dari peserta Bandung. Saya sempat merasa mendadak dewasa, #eh #kicep-kicep
"Saya mah orangnya langsung tembak aja, Pak. Pertanyaan saya, seperti apa program CSR Semen Indonesia? Bisa nggak kami di Bogor yang jauh dari lokasi pabrik ini ikut menikmati CSR Semen?", tanya pemilik usaha makanan, Ole-Olang. Nah, lho!
Arief dengan amat rendah hati menjawab, "Sebenarnya saya sendiri kurang paham program CSR secara detail. Kedatangan kami ini juga yang pertama, niatnya untuk bersilaturahmi sekaligus mendengar suara dari masyarakat di berbagai kota secara langsung". Namun ia memberikan peluang untuk kontak langsung dengan CSR. Ia bersedia menyampaikan harapan dari Bandung dan Bogor terkait CSR ini ke Departemen CSR. Ia juga memberi kontak Rono untuk menampung proposal dari peserta, selanjutnya akan diteruskan dan diproses oleh staff Dept. CSR.
"Sedikit tersenyum masam dan berkata pada bathin, "Sedang asyik ngobrolin green industry malah ditodong CSR. Nanti kalau full ngejelasin CSR dikira sedang lipstik untuk menutupi kasus pabrik. Jangan-jangan sebenarnya manusia lainpun sama: berkoar peduli lingkungan Cuma di sosmed. Nyatanya dijelasin soal penerapan strategi pabrik saja tidak didengar dan dipahami dengan baik. Lha koq bisa ikut berteriak (atau berprasangka) bahwa Semen Rembang menghancurkan lingkungan?"
Semoga mereka tidak demikian.
Acara ditutup dengan penyerahan merchandise untuk para penanya, dan tentu saja, foto bersama. Setelahnya kami riuh menghabiskan ayam asep, puding jagung, es teh, dan aneka sajian lainnya. Kami dapat Sambal Petis Madura juga dari Ole-Olang, sayangnya punya saya tertinggal beserta satu kantong makanan lain. Padahal sudah janji bakal bikin review kelezatannya, #hiks
Di Bandung juga sama. Meski acara selesai lewat dari jam 10 malam, semua tetap ceria di depan kamera. Saking cerianya sampai syal PERSIB bakal oleh-oleh yang dipakai foto (penanda Semen menyapa Bandung) malah diminta peserta, :D. Obrolan ringan pun masih bergulir: saling sapa sesama komunitas, saling berbagi cerita tentang komunitas mereka, dan melambaikan tangan setelah puas menggoda gadis-gadis luar kota (Cimahi).
 Pet. Mati lampu mendadak setelah mereka keluar dari café. Sementara kami saling menatap dalam gelap, jangan-jangan....**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H