Jelas. Komitmen ini tidak akan terwujud tanpa diikuti banyak langkah nyata demi pemenuhan green industry. Dan inilah yang membuat saya tercengang sepanjang keliling pabrik.
Pertama: Melakukan Pencegahan Pencemaran
Pencegahan pencemaran dilakukan dengan 3 langkah. Satu, meningkatkan tata kelola operasional pabrik dan pemeliharaan fasilitas penangkap debu. Peralatannya modern pencegah pencemaran ini berupa mesin penghisap debu seperti: Electrostetic Presipitator, Cyclone, Conditioning Tower, Bag House Filter. Hasilnya? Emisi yang dikeluarkan pabrik selalu di bawah baku mutu yang ditetapkan aturan pemerintah.
Dua, menginisiasi terbentuknya green belt dan green barrier yang berfungsi menjaga udara di kawasan pabrik agar tidak tercemar oleh polusi. Keduanya adalah filter alami pencipta oksigen yang melengkai peralatan penangkap debu modern di pabrik. Point satu dan dua otomatis mematahkan isu yang digemborkan pihak kontra, katanya: "Pertanian terancam debu pabrik!". Nah, lho..
Tiga, melakukan waste management untuk limbah B3 dan non B3. Pengelolaan limbah dilakukan dengan prinsip Reuse, Reduce, Recycle, Recovery (4R). Perusahaan memanfaatkan limbah B3 dan non B3 untuk bahan bakar alternatif. Di titik ini saya teringat, di luar sana masih banyak perusahaan yang tidak bertanggung jawab dengan limbah pabrik. Seperti yang dikupas Greenpeace di sana. Tapi kenapa hanya Semen Rembang yang diusik? Padahal Semen Rembang sendiri belum dibangun.
Kedua: Efisiensi dan Konservasi Sumber Daya Alam
Banyak cara yang dilakukan Semen Indonesia untuk mengonservasi SDA. Salah satunya, memanfaatkan energi alternatif dari limbah pertanian atau biomass seperti sekam padi, serbuk gergaji, limbah tembakau, dan sampah kota. Sampah kota yang diolah di area Waste To Zero seperti yang sudah saya singgung di atas.
Salah duanya, memaksimalkan penggunaan bahan baku alternatif dengan memanfaatkan limbah atau produk samping industri lain sebagai pengganti bahan baku semen. Seperti KOPERSLEK untuk pengganti pasir besi, fly ice untuk pengganti batu-batuan alam, dan syntetic gypsum untuk mengganti natural gypsum. Cara ini terbukti menurunkan tingkat penggunaan bahan baku per ton produksi semen.
Salah tiga, meningkatkan penggunaan air permukaan dan air buangan dari pabrik untuk dimanfaatkan kembali sebagai air proses sehingga mengurangi pemkaian air bawah tanah. Dengan fasilitas bozem, penangkap air tadah hujan dan fungsi water treatment. Di pabrik Tuban penggunaan air pada 2007 sebanyak 200lt/ton semen turun menjadi 138lt/ton semen pada 2011.
Lha, kok bisa teknologi secanggih ini justru dianggap akan "Mengancam pertanian karena air akan habis, bahkan merusak lebih dari 300 goa dan sumber mata air". Padahal "teknologi kering" yang sudah diterapkan Semen Indonesia ini menduduki peringkat ke-2 dari 14 industri sejenis dalam skala dunia. Perusahaan juga secara rutin melakukan kontrol pada sumur pantau yang berada di pemukiman sekitar pabrik, untuk memastikan bahwa aktifitas perusahaan tidak mengganggu air di sekitar pabrik.
Selain tiga hal di atas, Semen juga berpartisipasi dalam perlindungan keanekaragaman hayati. Pengembangan lahan reklamasi pasca tambang sebagai tempat pelestarian keanekaragaman hayati sudah dilakukan, diantaranya Telaga Ngipik di Gresik. Sudah saya ceritakan. Satu lagi, danau di sekitar area pabrik Semen Tonasa. Tidak kalah cantik dari Ngipik.