"Tapi sayang, sempat terjadi suasana gaduh dan riuh dari nyanyian ibu-ibu kontra. Sangat menggangu konsentrasi." keluh seorang kawan yang berada di lokasi.
(hmm..Di sosmed malah beredar pihak kontra memfitnah bahwa hakim dibayar. Benar-benar rusak tatanan negeri ini)
KESEIMBANGAN ALAM JANGAN NAFIKAN KESEIMBANGAN ILMU
Keriuhan nyanyian ibu-ibu dan teriakan para demonstran di luar gedung sebenarnya tak hanya melecehkan peradilan, tapi menafikkan disiplin ilmu yang diangkat masing-masing peserta sidang. Selain ekternal, ego yang dibawa juga merusak ilmu itu sendiri, terutama pendukung saksi ahli yang sering menyuarakan pikirannya di sosial media.
Ini yang sangat disayangkan. Merasa benar dengan apa yang telah diterima, misal sekelompok orang, sampai demo ke Istana, menagih janji Jokowi tentang ketahanan pangan yang endingnya memaksa agar Pabrik Rembang digagalkan ijinnya. Padahal yang demikian bertentangan dengan konsep NAWACITAnya Presiden Jokowi sendiri tentang percepatan pembangunan (infrastruktur). Apa ga kram otak kepala negara kita. Ditekan sana-sini.
Alasan utama pihak KONTRA seringkali soal keseimbangan ekologis yang disertai penolakan terhadap argumen ilmu-ilmu industri dan teknologi. Ini yang saya maksud dengan ego orang berilmu. Yang lain dianggap tidak diperlukan, tidak laku, sampai-sampai dianggap merusak. (baca tuntutan yang ingin mencabut IUP di atas).
"Tidak mungkin mbak, setiap ada kapur di dekat situ, entah seratus meter atau sekilo, selalu terdapat tanah liat. Tuhan seakan menciptakan kapur selalu berpasangan dengan tanah liat. Tak akan berpisah jauh. Ini seperti rahasia Illahi."
Kata bapak itu, seakan menyiratkan bahwa pembuatan semen itu tak lepas dari ketentuan Tuhan. Wallahu alam.