Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Perceraian Akibat Budaya Patriarkal

27 September 2018   16:51 Diperbarui: 27 September 2018   19:28 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengaku prihatin melihat angka perceraian setiap tahunnya semakin meningkat. Hal ini disertai dengan munculnya fakta bahwa 70 peresen  yang mengajukan gugatan  percerai adalah kaum wanita bukan dari kaum pria sebagai suami. Setiap wanita atau istri memiliki alasan yang menyebabkan pengambilan keputusan untuk mengakhiri pernikahannya. 

Salah satu alasanya yaitu suatu bentuk kesadaran akan kesetaraan gender dimana wanita memiliki hak yang sama seperti kaum pria karena wanita tidak ingin dianggap sebagai pihak nomer dua dalam pernikahan, seringnya para suami tidak mendengarkan atau tidak meminta pedampat pada istri dalam mengambil sebuah keputusan yang menimbulkan rasa tidak dihormati dalam hati seorang istri. 

Apakah kalian tau apa itu cerai gugat? Perceraian yang diajukan oleh istri ke pada pengadilan inilah yang disebut cerai gugat. Cerai gugat mulai marak atau meningkat secra tajam pada tahun 2007 dibandingkan cerai talak atau cerai yang diajukan suami.

Keberanian perempuan menggugat cerai menjadi indikator semakin "beraninya"   perempuan mondoprak anggapan bahawa perempuan hanya dikaitkan dengan "sumur, dapur dan kasur" karena serakarang mudahnya mengakses pekerjaan perempuan kian mungkin untuk memiliki penghasilan sendiri.

Dengan begitu seorang istri yang memiliki pengahasilan sendiri lebih memilih menjanda ketimbang hidup dalam rumah tangga yang tidak harmonis. Sebab dalam masyarakat partiarki, sebenanya terdapat ketidak setaraan (inequel) atara laki-laki dengan perempua. 

Sistem partiarki telah begitu mengakar dalam masyarak kita, sehingga menolak terdapat ketidak adilan gender dianggap sebagai ancaman terhadap stukutur sosial yang telah mapan dan menjadi kesepakatan bersama (Mose, J.C.1996). 

Budaya Patriarkal adalah dimana laki-laki berkuasa penuh atau pemegang kekuasaan. 

Terlepas dari itu semua ada beberpa pihak yang terkena dampaknya salah satunya yaitu anak. Anak akan mengalami stress, perkembangan psikologinya terganggu, dan masih banyak lagi dampah negatif dari berceraian bagi diri anak sendiri.

Semoga bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Sumber: Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat Masyarakat Muslim, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2016.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun