Mohon tunggu...
Dalizone
Dalizone Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya seorang yang selalu berada di perjalanan hidup

Menjadi lebih berarti lebih sulit ketimbang menemukan sebuah arti

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Recycle

8 Juni 2023   20:46 Diperbarui: 8 Juni 2023   21:01 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Terdampak

Tahun 2050 dunia telah berubah dengan cara yang tak terbayangkan.peradaban manusia telah mencapai tingkat kemajuan teknologi yang luar biasa. Namun juga membawa konsekuensi yang sangat besar terhadap lingkungan alam. Alam semakin terdegradasi, dan bumi telah berubah menjadi kering, tandus dan penuh polusi.

Dalam kegelapan yang menutupi langit Citrapolis, suara gemuruh mesin dan kabut beracun memenuhi udara yang seharusnya segar. Bangunan tinggi menjulang ke langit, mengabaikan keberadaan tanaman hijau yang hampir punah. Teknologi menjadi pusat kehidupan manusia, dengan komputer cerdas dan robot yang mengambil alih sebagian besar pekerjaan.

Namun di tengah kekacauan ini, masih ada sekelompok orang yang terus berjuang untuk menyelamatkan lingkungan dan menjaga keseimbangan alam. Mereka adalah para aktivis lingkungan yang membentuk kelompok yang dikenal sebagai "Penjaga Harmoni".

Penjaga Harmoni didirikan oleh Tomas. Selain penggagas adanya Penjaga Harmoni, Tomas adalah pemimpin yang penuh dedikasi. Tekadnya untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak tidak pernah padam. Tekadnya kini ia wariskanke generasi berikutnya. Salah satu anggota Penjaga Harmoni yang penuh semangat dan juga berdedikasi adalah Qinan. Dia adalah ilmuwan muda yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekosistem dan kerusakan yang terjadi pada bumi. Sejak kecil, ia telah melihat dampak negatif dari kemajuan teknologi tanpa batas, dan dia berjanji untuk melakukan segala yang dia bisa untuk mengubah keadaan.

Qinan adalah seorang perempuan yang pemberani dan tidak kenal takut. Dia percaya bahwa ada harapan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi di bumi, asalkan semua orang bersatu dan bergerak ke arah yang sama. Dengan semangatnya yang menyala-nyala, Qinan berkeliling dunia, mengunjungi tempat-tempat yang pelaing terdampak dan mencoba memahami apa yang harus dilakukan.

#

Qinan memandang ke luar jendela bus dengan penuh kekaguman. Di hadapannya terhampar pemandangan yang luar biasa. Kota Nikompolis, kota yang terletak di sebelah timur Citrapolis adalah kota yang paling terkenal sebagai kota dengan perkembangan teknologi terbesar di seluruh dunia. Bangunan megah, layar digital yang besar, dan pesawat terbang tanpa awak mewarnai langit kota yang semarak ini.

Namun, di balik cemerlangnya kemajuan teknologi, ada harga yang harus dibayar. Qinan dan kelima temannya, Andra, Maya, Ragil, Yudha dan Ayu, telah memutuskan untuk melakukan perjalanan di kota ini dengan tujuan untuk meneliti dampak perkembangan teknologi terhadap lingkungan. Sebagai ilmuwan muda dan juga mahasiswa lingkungan hidup, Qinan telah belajar banyak tentang efek negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi yang tidak terkendali. Dia ingin menyampaikan pesan penting ini kepada orang-orang, terutama kepada teman-temannya yang berada di sekitarnya.

Bus yang membawa Qinan berhenti. Mereka turun di tengah keramaian kota. Qinan merasa tercengang melihat semuanya. Ia melihat betapa pemakaian energi besar-besaran  dan konsumsi sumber daya yang tidak terbatas telah mengubah wajah kota ini. Gedung pemancar langit menghabiskan begitu banyak listrik dan memancarkan polusi melalui cerobong asap mereka. Tanah yang subur kini tergantikan oleh aspal dan beton.

Qinan bersama kelima temannya berjalan menyusuri jalan-jalan kota, mengamati segala hal di sekitarnya. Mereka melihat orang-orang yang sibuk melihat gadget canggih, terhubung dengan dunia maya tanpa henti. Qinan merasa sedih melihat betapa ketergantungannya manusia dengan pada teknologi yang telah mengabaikan hubungan mereka dengan alam. Ia bertanya-tanya, apakah ada harapan untuk membalikkan situasi ini.

"Kita makan dulu." Yudha memecah keheningan di antara mereka. Lantas pria itu berjalan lebih dulu ke arah sebuah restorant yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Qinan dan yang lainnya hanya mengangguk. Mereka tahu betul tabiat satu temannya itu. Di mana pun mereka berkunjung, sudah pasti Yudha akan memulai dengan mencicip makanan daerah yang mereka kunjungi. Tidak peduli jika teman-temannya baru makan satu jam yang lalu. Menurut Yudha, sebelum mencari tahu kebiasaan penduduk, lebih dulu mereka harus mencoba makanan buatan tangan mereka. Mengingat kemajuan teknologi telah merambah segala sektor, tidak bisa lagi disebut "makanan buatan tangan". Semua makanan bisa disajikan hanya dengan klik-klik saja.

Bisa jadi Yudha akan ketagihan dengan makanan buatan tangan yang asli. Pikir Qinan.

Tidak ada habisnya Qinan dibuat tercengang. Restoran yang mereka masuki hanya ada suara denging dari mesin yang beroperasi. Dari Pramusaji hingga koki semuanya dilayani oleh robot. Menurut Ayu, efek dari perkembangan teknolgi yang paling mengerikan adalah perubahan manusia yang semakin malas untuk bergerak. Dan benar saja, mereka bertemu dengan orang-orang yang kelebihan lemak. Lemak-lemak yang tidak pernah mereka bakar. Kalori menumpuk sehingga berubah menjadi penyakit obesitas. Yang sayanganya mereka tidak sadar, jika mereka terbunuh secara perlahan.

Orang-orang kelebihan lemak itu, bergerak dibantu oleh kursi terbang yang membawa kemanapun mereka mau. Lagi-lagi hanya klik-klik saja.

Yudha berinisiatif mencari bangku yang berada di sudut ruangan. "Biar gampang," katanya.

Qinan mengerti maksud pria itu. Mereka akan lebih mudah memperhatikan tingkah mereka, serta gerak gerik para robot itu.

Andra memasukan pesanan mereka, tentu saja dengan klik-klik tak lama pesanan makanan mereka akan langsung tersaji di atas piring masing-masing. Tidak ada rendang daging, semur jengkol, capcai, mie ayam, nasi goreng, bakso. Itu semua sudah tidak ada. Kini makanan mereka akan disajikan dengan bentuk kubus yang berasa. Rasa yang bisa dicostome. 

**

Urusan perut sudah selesai. Andra memutuskan untuk membagi kelompok mereka menjadi tiga tim. Andra bersama Ayu, Maya dengan Ragil. Sedangkan Qinan dengan Yudha. Mereka langsung berpencar menuju bagian-bagian kota sesaui rencana yang teklah dibuat. Qinan dan Yudha pergi menuju pusat kota, lebih tepatnya menuju sebuah universitas paling bagus di kota.

Qinan tak kalah takjub melihat bangunan di depannya. Bangunan universitas itu terdiri dua gedung yang menjulang tinggi, dengan halaman seluas separuh lapangan sepak bola. Di depan mata Qinan bisa melihat berbagai benda terbang yang sedang diuji dan sedang digunakan. Sebuah drone berbentuk capung mendekati Qinan dan Yudha, memancarkan sinar untuk mengidentifikasi.

"Selamat datang di Kota Nikompolis. Mari masuk." Suara itu berasal dari drone capung. Qinan dan Yudha saling pandang. Yudha yang paling antusias dengan kecanggihan teknologi itu langsung ikut saja.

Selama mengikuti drone capung itu, mereka disajikan pemandangan yang menakjubkan. Selain benda-benda terbang, ada juga robot yang sedang diuji kelayakannya untuk merawat lansia. Tubuh robot itu sudah ramping, selayaknya perawat sungguhan yang ada di rumah sakit. Berbeda dengan perawat yang terakhir kali Qinan lihat di salah satu rumah sakit. Dulu, Qinan dirwat oleh robot perawat namun peran robot hanya sebegai pembantu perawat saja. berbeda dengan robot yang dia lihat saat ini. Bentuk robot itu sudah di modif sedemikian rupa, serta sudah memiliki standart keperawatan. Bisa dilihat dari sertifikat kecil yang tertempel di punggung robot itu.

"Gila! Makin banyak profesi yang dijajah oleh robot," Yudha bergumam pelan.

Qinan mengangguk, meng-iyakan. Beitulah dampak dari kemajuan teknologi. Rata-rata penikmat kemajuannya hanya kalangan menengah ke atas saja. sedangkan masyarakat kalangan bawah, dari segi pangan hingga pekerjaan, mereka akan terus terancam. Contohnya makanan kubus yang tadi mereka makan. Meski hanya klik-klik, makanan yang mereka keluarkan hampir menguras separuh debit yang tersimpan di gelang Qinan. Makanan kubus yang bisa di custom itu dihargai sangat mahal.

Qinan membayakan suatu masa, ketika bumi sudah kembali di keadaan semula, mereka bisa dengan bebas menanam dan mencari makanan utuh lagi. tak ada lagi orang yang kelaparan akibat mahalnya harga suatu pangan. Untuk masa-masa itulah semangatnya terus berkobar.

Drone capung itu membawa mereka ke satu ruangan serba putih. Tak lama, ada seorang pria tua yang datang menghampiri mereka. Wajahnya tampak familiar bagi Qinan, tapi ia lupa pernah melihat pria itu di mana. Pria itu tersenyum, menyalami mereka berdua dan mengenalkan dirinya sebagai Alex. Salah satu insinyur senior dan ilmuwan di kampus ini. Dengan kata lain, Alex adalah salah satu dari pencipta robot-robot itu.

"Selamat datang, pasti kalian datang dari kota jauh, silahkan duduk," ujar Alex, kakinya mengetuk lantai yang kemudian mengeluarkan satu set meja dan kursi, lengkap dengan cemilan dan minuman di atas mejanya.

Melihat itu, Yudha berdecak kagum, Qinan pura-pura untuk terkejut. Dia tahu, jika kedatangan mereka akan menjadi tumbal pertama bagi mereka. Tidak satu atau dua kali dirinya akan disuguhi pemandangan yang hampir sama. Menjadi korban pamer para pencetus.  Qinan tidak membenci mereka hanya karena menciptkan alat-alat canggih. Namun, dari sudut pandang Qinan mereka sudah berada di ambang serakah. Ketamakan, ketidakpuasan mereka lah yang menjadi siksaan bagi bumi.

Mereka menciptakaan robot capung, karena menurut mereka spesies capung telah punah. Tapi mereka lupa, siapa yang membuat spesies itu tak ada lagi. dari semua penelitian, hingga pengadaan teknplogi canggih merekalah yang membuat capung punah. Udara tak lagi aman bagi capung untuk terbang, lantas menjadi semakin ganas dan membinasakan mereka.

Alex seperti anak kecil yang sedang paer denagn mainannya. Pria itu lantas berpindah untuk mengetuk sisi lain, bersama dengan desingan suara, sebuah bioskop kecil muncul dari sana. Belum selesai dari sana, dia mengetuk dinding, lalu keluarlah sebuah perapian dan sebelahnya ada jendela yang menampakan cuaca di luar sana. Hujan salju terlihat dari bingkai jendela itu. Hanya Yudha yang tampak antusias dengan semuanya. Qinan hanya tersenyum hambar. Semua teknologi itu, amat sangat mengagumkan, tetapi juga mengacaukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun