"Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih. Akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi." Jendral Sudirman.
Ia adalah Jendral Sudirman, salah satu pahlawan paling dikagumi dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia adalah Pemimpin tertinggi pertama dalam sejarah ketentaraan Indonesia yang memilih masuk hutan dan bergerilya untuk memimpin perlawanan terhadap Belanda yang hendak merebut kemerdekaan dari tangan bangsa Indonesia.
Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Letnan Jenderal pada tanggal 18 Desember 1945. Dan langsung dihadapkan dengan dua peristiwa agresi militer Belanda. Pada sepanjang masa kepemimpinannya, pada akhir tahun 1948 saat ada informasi militer bahwa akan penyerangan ibukota Republik Indonesia saat itu Jogjakarta, Sudirman menolak untuk bertahan di kota meski tengah menderita sakit paru-paru parah. Panglima Besar TKR ini memilih meninggalkan kota dia bertekad akan melawan Belanda dengan perang gerilya. Kabinet kemudian bersidang dan dalam Kabinet itu kemudian Bung Karno Bung Hatta memutuskan untuk tidak turut bergerilya tapi akan melayani Belanda secara diplomatis politik.
Dalam kondisi sakit Sudirman datang di rapat kabinet dan menyatakan bahwa ia merasa bertanggung jawab sebagai panglima besar untuk melanjutkan dan memimpin perlawanan. TNI bersama rakyat melawan Belanda pada minggu pagi tanggal 19 Desember 1948. militer Belanda melancarkan serangan ke Jogjakarta Serangan yang mengawali operasi gagak dan ditujukan untuk meringkus para pemimpin Republik Indonesia dan menghabisi Tentara Nasional Indonesia.Â
Singkatmya pada minggu siang operasi yang dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai agresi militer Belanda kedua berhasil menangkap Soekarno, Hatta, Syahrir dan beberapa pemimpin Republik Indonesia lainnya mereka kemudian diasingkan di dua tempat yakni Parapat Sumatera Utara dan ke pulau Bangka.
Dan di tengah medan perang gerilya Sudirman menerima kabar bahwa para pemimpin Republik Indonesia telah menyerah dan diasingkan ke luar Jawa. kabar Ini menyakitkan hati Sudirman karena Presiden Soekarno dan para pemimpin pemerintahan republik Indonesia lainnya seakan membiarkan diri mereka ditangkap musuh. saat meninggalkan kota Jogjakarta, Sudirman dikawal satu regu besar pasukan rombongan.
Sudirman lalu meninggalkan Jogja melalui rute Pantai Selatan. Pasukan Sudirman menetapkan Gunung Wilis di Kediri sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Gunung Wilis dipilih sebagai tujuan karena dinilai strategis. di lokasi ini Panglima Besar Sudirman mengirimkan komando ke anak buahnya selama memimpin gerilya. Soedirman diarak dengan tandu karena kondisi kesehatan yang buruk dan sulitnya Medan gerilya.
Serangan umum pada tanggal 1 Maret 1949 mampu mengusir pasukan Belanda dari Yogyakarta dalam waktu enam jam. Serangan kolonial Belanda dengan Invasi Militer II membingungkan bangsa Indonesia. Bahkan, sebagai propaganda, Belanda telah menyatakan bahwa TNI sudah tidak ada lagi. Saat itu, tidak banyak yang bisa dilakukan presiden, wakil presiden, dan menteri. Satu-satunya harapan yang tersisa adalah tim militer  TNI. Sementara itu, menurut situs Museum Vrederburg, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, selaku Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mengirimkan surat kepada Jenderal Sudirman untuk meminta penyerangan.Â
Jenderal Sudirman meminta Sri Sultan HB IX untuk menghubungi Letnan Kolonel Suharto selaku Panglima Brigade 10/Kodam III. TNI dan jajarannya memutuskan untuk tidak menyerah dan melakukan Operasi Gerilnya Rakyat Semesta. Operasi tersebut terdiri dari berbagai unsur seperti TNI, Lasker, dan kelompok bersenjata yang berusaha menyerang penyusup. Seperti yang tercantum di situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pasukan melarikan diri ke perbukitan, lembah, dan daerah terpencil.Â
Semua pasukan sedang menunggu instruksi untuk menyerang. Sementara itu, para pemimpin militer dan pemerintah daerah sepakat untuk mengambil alih kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949. Perang berlangsung dengan gaya gerilya pada pukul 6 sore waktu setempat. Sirene terdengar sebagai tanda  serangan. Pasukan TNI segera menyerang semua tentara Belanda yang ditemukan di setiap sudut kota. Dalam perang yang relatif singkat  enam jam, Belanda lumpuh dan meninggalkan garnisun militer mereka  yang ada.Â
kembali dari Medan gerilya, untuk menghindari kekerasan yang terjadi perpecahan dikalangan para pemimpin Republik terutama antara pemimpin sipil dengan pemimpin militer, sejumlah pihak berupaya menghadirkan Sudirman ke Jogjakarta dan atas bujukan Sri Sultan Hamengkubuwono ke-9 pada tanggal 10 Juli 1949 Sudirman bersedia kembali ke kota Jogjakarta dan meninggalkan Medan gerilya. Sang Panglima Besar menampakan dirinya di depan anak buahnya dan khalayak umum dengan pakaian sederhana yang biasa dipakainya selama bergerilya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H