Karena mereka sudah tuman seharusnya juga harus dihukum sebagai penjeraan sebagaimana diatur oleh hukum yang ada. Perilaku yang kini populer disebut sebagai penerapan strategi politik semburan dusta dan hoax itu, memang cocok jika dilihat dari pengertian perilaku tuman yang harus dihukum tadi, tidak bisa dibiarkan.
Sebagai contoh paling aktual adalah perilaku Ustadz Tengku Zulkarnain wasekjen MUI yang beberapa kali melemparkan informasi tidak benar. Misalnya, dulu pernah dia mencuit di Twitter terkait 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos (senada dengan cuitan Andi Arief) tapi ternyata itu berita hoax.Â
Seorang netizen dengan akun Twitter @narkosun sempat mendaftar beberapa hoax yang disebar Tengku Zulkarnain. Ada 13 hoax yang disebutnya.
Saya kutip beberapa saja catatan akun @narkosun itu. Misalnya, Tengku Zulkarnain pernah mengunggah, foto anak bayi yang diinjak yang diframing sebagai kejadian yang menimpa etnis Rohingya, padahal itu teknik pengobatan di India.
Dia juga pernah mengunggah berita soal kebangkitan PKI, mengambil pernyataan politisi Rieke Diah  yang katanya merupakan berita Kompas. Namun, ternyata Kompas tidak pernah memberitakan hal itu.Â
Ada juga postingan foto KH Aqil Siradj yang katanya sedang sakit, padahal itu foto lama. KH Aqil Siradj sendiri sehat wal afiat.
Masih ada sepuluh hoax lain, termasuk soal kertas suara 7 kontainer yang tercoblos, hoax soal Banser dikirim ke Rohingya, Ratna Sarumpaet dianiaya, Kali Sunter yang disebut Kali Ciliwung, dll.Â
Semua hoax itu akhirnya dibantah oleh pihak yang merasa dirugikan. Jadi, kalau melihat data dari akun Twitter@narkosun tadi, Tengku Zulkarnain rupanya punya hobi menyebarkan hoax.
Yang paling gres karena masih jadi sorotan adalah pernyataannya yang seolah-olah pemerintah berada di balik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang memberikan kebebasan bagi kehidupan sex, bahkan menyediakan kontrasepsi.
"Pasalnya mengerikan ada satu pasal yang membuat saya menangis Pelajar dan mahasiswa dan pemuda belum menikah yang ingin melakukan hubungan seksual maka pemerintah mesti menyediakan alat kontrasepsi untuk mereka.' (dikutip dari rekaman di Youtube)
Ternyata, saat diminta menunjukkan pasal yang memuat ketentuan tentang hal itu, dalam perdebatan di acara sebuah teve swasta, oleh politisi Golkar Ace Hasan Sadzily, Â wakil ketua Komisi VIII, Â dia tidak menemukannya. Akhirnya dia pun minta maaf lewat cuitan di Twitter.
Tidak hanya itu, ada yang menilai juga permintaan maaf lewat cuitan Twitter itu tidak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan oleh pernyataannya. Karena itu, cuitan minta maaf itu hanya sekedar upaya menghidar dari jeratan hukum.