Meme Tuman saat ini sedang viral di media sosial. Banyak sekali ungkapan unik dengan kata "tuman" yang dipadukan dengan gambar seseorang menampar pipi lawannya. Kebanyakan meme itu berkaitan dengan perilaku sehari-hari. Namun ada juga yang mengkaitkanya dengan urusan politik.
Dalam meme tuman ini, ada yang secara spesifik menggunakan gambar Jokowi dan Prabowo, disertai kalimat sindiran terkait pencalonan pilpres, urusan bini, dsb. Meme semacam itu cukup banyak berseliweran di medsos.Â
Namun, meskipun topik meme beragam, menggunakan bahasa Indonesia, Jawa, atau bahasa daerah lain, ekspresi gambarnya hampir seragam. Selalu ditampilkan seseorang yang menampar pipi "lawannya".
Jika Anda ingin ngakak sejenak, atau membuat grup ngrumpi lebih semarak, banyak sekali meme tuman yang bebas unduh. Namun, bukan itu tujuan penulisan artikel ini, walaupun sedikit banyak juga ikut mempromosikan meme tuman.Â
Saya juga tidak bisa menemukan informasi kapan pastinya awal mula vitalnya ungkapan "tuman". Ahli forensik IT mungkin mudah menemukannya, tapi tidak dengan saya.
Yang menarik dari viralnya meme tuman ini adalah hubungannya dengan perilaku para politisi kita di tahun politik saat ini. Seolah meme tuman yang mengulang gambar dengan ekspresi sama itu menyindir perilaku salah politisi kita yang terus berulang, karena itu perlu "dielus" pipinya hingga merah merona.
Tidak selalu ditampar, terkadang dicubit atau dijewer telinganya.Entah apakah hal itu termasuk perilaku kekerasan terhadap anak atau tidak. Orang yang bijak dan baik tentu sudah memperhitungkan tindakan itu hanya dimaksudkan untuk membuat anak jera.Â
Model pendidikan orang tua seperti ini mungkin juga diterapkan di daerah lain. Tentunya juga dilandasi tujuan agar anak tidak "tuman" mengulanginya perbuatan yang dinilai buruk.
Bagi, kita yang sangat badung alias bengal alias nakal dan ndablek, mungkin telinga, pinggang, lengan, bahkan pipi sudah hafal rasanya dicubit, dijewer, atau ditampar. Penyebabnya bisa karena sering pulang terlambat, main di kali, manjat pohon buah tetangga, sampai berbohong. Supaya tidak tuman mengulang terus perbuatan itu, "dihukumlah" kita.
Kembali ke perilaku politisi kita yang ternyata punya kemiripan perilaku tuman tadi. Entah apakah ini perilaku alami sebagai siswa taman kanak-kanak atau sekolah dasar yang tidak lulus-lulus ataukah mereka memang menggunakan kelakuan model anak-anak itu. Yang pasti, tindakan sebagian politisi kita yang suka berbohong, membuat hoax, memfitnah memang sudah kategori tuman.