Banyak yang menyebut kasus Andi Arief itu hanya serpihan kecil dari penyalahgunaan narkoba di kalangan politisi kita. Bisa saja hal itu benar, karena sudah banyak juga politisi kita yang ditangkap polisi dalam kasus serupa.
Tak sekadar pengguna, ada politisi yang jadi bandar besar seperti kader Partai Gerindra  mantan wakil ketua DPRD Bali Jro Gede Komang. Ada juga yang sekedar pengguna yang namanya cukup dikenal di kalangan aktivis 98, Indra J Piliang.
Daftar nama politisi yang terjerat narkoba cukup panjang, yang terjadi dari tahun ke tahun. Di tahun 2019 ini, Andi Arief bukanlah politisi pertama yang tertangkap. Pada 6 Januari lalu, caleg Gerindra Semarang bernama Arsa yang masih berusia 24 tahun mengawali daftar itu setelah pesta narkoba di kediamannya.
Masih ada lagi, caleg PDIP Jambi juga ikut terciduk dalam pesta narkoba yang melibatkan 28 orang, 14 Januari lalu.Â
Di Solok, seorang kader Partai Gerindra ditangkap karena mengedarkan narkoba menggunakan mobil pemenangan caleg Gerindra yang juga bergambar pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga.
Contoh kasus itu menunjukkan penyalahgunaan narkoba dan pengedarannya cukup akrab di sebagian politisi kita. Mungkin, perlu sebuah gerakan nasional untuk periksa urin dan rambut para politisi dari pusat hingga daerah untuk mengetahui seberapa parah masalah ini.
Tidak hanya perkara korupsi, etos kerja yang amburadul, narkoba diakui atau tidak telah jadi salah satu masalah politisi kita. Gaya hidup hedonis, jor-joran mobil mewah, hingga bawa cewek cantik bukan istri ke acara kondangan bukan lagi cerita bualan.
Beberapa hari sebelum penangkapan Andi Arief, sempat ada cuitan bersambung di Twitter, menyoroti perilaku hedonis seorang teman Andi Arief. Â Dari kegemarannya berpesta hingga soal urusan asoy baibeh...bahkan narkoba.
Dengan kondisi perilaku dan kehidupan politisi kita yang seperti itu, rasanya kita jadi bisa memahami hiruk pikuk dunia politik kita. Banjir hoax, pernyataan bohong, hingga fitnah memang terasa klop jika itu keluar dari para politisi semacam itu.
Badan Narkotika Nasional dalam situsnya menyebutkan ada 53 ciri pengguna narkoba. Kalau kita baca dengan seksama, memang ada kesamaan dengan perilaku sebagian politisi kita.Â
Saya kutip beberapa yang tampaknya sesuai. Misalnya, sering menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang dia buat. Ciri ini mengingatkan kita pada tingkah laku "semua salawi". Misalnya, Andi Arief yang pakai narkoba dan ditangkap polisi, eehh...yang salah Jokowi.
Ada juga ciri tidak konsisten dalam berbicara (mencla-mencle); sering mengemukakan alasan yang dibuat-buat; sering berbohong; sering mengancam, menantang atau sesuatu hal yang dapat menimbulkan kontak fisik atau perkelahian untuk mencapai keinginannya; berbicara kasar; melalaikan tanggung jawabnya; sering ke diskotek, mal, atau pesta.
Selain itu, ciri pengguna narkoba juga terlihat dari sikapnya yang manipulatif; emosi tidak stabil atau naik turun; berani berbuat kekerasan atau kriminal; paranoid, mudah tersinggung; pupusnya nilai norma yang dulu dimiliki; mudah berjanji, mudah pula mengingkari dengan berbagai alasan.
Kalau kita perhatikan beberapa ciri pengguna narkoba tadi, tampak sekali ada kemiripan dengan tingkah polah sebagian politisi kita. Di tahun politik menjelang pilpres seperti saat, ciri-ciri pengguna narkoba tadi nampak jelas terlihat dari berbagai pernyataan, sikap, juga tindakan mereka.
Namun, itu baru sebatas kesamaan dan tidak bisa dipakai untuk menyatakan para politisi A, B, C...pengguna narkoba. Kita baru bisa menyebut mereka sebagai pengguna narkoba misalnya kalau mereka sedang apes seperti Andi Arief kemarin.
Meskipun begitu, mengetahui ciri-ciri pengguna narkoba ada pada perilaku sebagian politisi kita, memang memancing rasa penasaran. Benarkah itu hanya sebuah kebetulan atau mungkinkah sebagian dari mereka itu memang pengguna narkoba? Pertanyaan itu rasanya memang wajar muncul di hati kita.
Persoalan narkoba di kalangan politisi ini sebenarnya sudah memunculkan aksi pemeriksaan urine di beberapa DPRD. Namun, di DPR Pusat wacana yang digulirkan Maret 2016 menuai pro dan kontra. Ade Komarudin ketua DPR saat itu termasuk yang menolak. Bisa jadi penolakannya itu karena dia tahu ada anggota DPR yang mengkonsumsi narkoba. Â Jika sampai ada pemeriksaan urine tentu akan membuat citra DPR makin terpuruk.
Saya rasa penangkapan Andi Arief ini mungkin bisa dijadikan awal gerakan nasional pemeriksaan urine dan rambut para politisi kita, secara berkala namun tidak terjadwal. Itu jika kita benar-benar menginginkan tampilnya para politisi yang bebas narkoba.
Pada akhirnya, kita harus lmengakui bahwa korupsi, narkoba, dan petualangan seks mungkin telah jadi gaya hidup sebagian politisi kita. Dan, hiruk-pikuk politik saat ini yang penuh hoax, kabar bohong, ujaran kebencian, juga fitnah adalah sebagian dari dari ciri mereka
Salam waras saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H