Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres dan Perburuan Harta Gelap WNI

4 Maret 2019   11:06 Diperbarui: 4 Maret 2019   11:25 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumus sederhana dan pantulan cermin tadi ternyata memang bisa membantu memahami isu politik yang menggunakan berbagai topik ekonomi termasuk persoalan utang dan pajak. Dengan rumus sederhana itu juga, saya bisa lebih memahami pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani:

"Sekarang sudah amnesti "Bu, jangan dikejar-kejar!" oh saya nggak ngejar. Kan kalau sudah amnesti bapak atau ibu sudah jujur. "Tapi ibu masih nyari-nyari" berarti masih ada yang disembunyikan?" [1]

Itu adalah pernyataan menkeu kita, dalam acara Kadin Entrepreneurship Forum 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Rabu 27 Januari 2 2019. Jadi ini persoalan bayar pajak yang terlepas dari hingar bingar politik, yang jadi kewajiban semua warga negara yang baik. Dan, tahun ini target penerimaan dari pajak cukup besar yaitu Rp 1.786 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari target 2018 yang sebesar Rp 1.454,5 triliun.

Namun  di tengah beban berat yang harus ditanggung oleh jajaran Kementerian Keuangan itu, jika ternyata masih juga ada tokoh yang mendiskreditkan dan tidak menghargainya dengan menjadikan utang sebagai sasaran tuduhan, tentu menimbulkan tanda tanya. Karena itu, saya teringat rumus sederhana tadi, seperti pantulan cermin tokoh itu.

Secara sederhana keterkaitan pajak dan sikap tokoh politik tadi bisa dipahami sebagai berikut. Target penerimaan pajak yang meningkat, membuat aparat pajak bekerja ekstra keras, termasuk di antaranya adalah meneliti kekayaan warga negara wajib pajak, yang belum dilaporkan atau disembunyikan. Akibatnya, warga negara wajib pajak yang nakal yang menyembunyikan hartanya, menjadi was-was, tidur tak nyenyak meski makan enak.

Nah, dalam kondisi seperti itu bisa saja muncul pernyataan yang mendiskreditkan kerja aparat pajak atau Kementerian Keuangan dengan melemparkan isu soal utang yang terus berulang walaupun tidak benar tadi. Tokoh politik seperti itu tidak mengacu pada satu atau dua orang figur namun bisa sekelompok orang. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani, seperti yang saya kutip tadi, secara halus menyebut masih adanya wajib pajak yang belum sepenuhnya jujur terkait pelaporan harta kekayaan meski ikut program tax amnesty. "Tapi ibu masih nyari-nyari" berarti masih ada yang disembunyikan?"

Pernyataan menkeu yang berbalut tanya itu sebenarnya menggambarkan kerja keras itu. Sejak Indonesia menandatangani kesepakatan dengan 120 negara dalam kerja sama pertukaran informasi perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018, sudah ada 65 negara yang memberikan informasi terkait harta warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Direktorat Jenderal Pajak dalam kerja senyap mereka masih melakukan penyisiran terkait data itu. "Sedang kami godok terus dari 2018. Mulai membuka source datanya. Sedang kami lakukan proses identification dari data tersebut sehingga ketemu nama NPWP yang tepat," kata Dirjen Pajak Robert Pakpahan. [2]

Itu jelas sebuah kerja yang dilakukan secara hati-hati dan mencegah timbulnya kegaduhan. Namun hal  itu juga menunjukkan bahwa menyembunyikan kekayaan di luar negeri semakin sulit bagi warga negara yang tidak taat bayar pajak. Menyembunyikan harta haram hasil korupsi atau tindakan kejahatan juga sama sulitnya.

Jadi kalau sekarang ada tokoh politik yang tiba-tiba punya "kegemaran" melontarkan isu seputar utang, ada baiknya kita ingat soal harta gelap WNI dan kerja keras aparat tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun