Soal penguasaan lahan yang juga dipermasalahkan. Prabowo Subianto sudah mengakui hal itu. Dia pun dengan tangkas menjelaskan lahan itu tanah negara berstatus HGU yang bisa diambil kembali oleh negara. Jadi pernyataan Jokowi sudah terbalas dengan pernyataan Prabowo.
Soal dasar hukum yang dijadikan pijakan pelaporan yaitu larangan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, juga mengada-ada. Persoalan korupsi dan kekayaan seorang calon bukan persoalan pribadi yang tertutup. Dalam kasus pelaporan pertama terkait caleg mantan koruptor, itu terungkap dalam debat yang cair. Jadi tak muncul begitu saja.
Dalam kasus penyebutan luasan lahan yang dikuasai Prabowo Subianto juga muncul dalam perdebatan terkait program pembagian lahan dan sertifikat tanah kepada masyarakat. Prabowo juga sudah menanggapi dengan jelas. Inilah yang disebut perdebatan. Pada akhirnya, masyarakat yang menonton atau mengikuti acara debat itu yang akan memutuskan, pernyataan siapa yang tepat.Â
Masyarakat sebagai objek yang diperebutkan dukungannya oleh kedua calon dalam debat itu, tentunya akan mengkaji dengan seksama informasi dari pernyataan kedua calon. Itulah esensi acara debat pilpres. Semua diselesaikan di acara itu. Istilahnya, saur manuk model kontes burung itu. Siapa yang bersuara sumbang ya tumbang.
Yang kita bicarakan ini adalah momen pemilihan presiden yang akan memimpin negeri ini dalam jabatan eksekutif. Rakyat sebagai pemilih tentunya juga memerlukan informasi yang lengkap tentang calon presiden yang tampil. Bukan sekedar pamer kegantengan, kepiawaian berdansa dan berzoget, atau pamer surban dan pakaian yang menonjolkan bagian selangkangan yang bisa menarik perhatian emak-emak dan mami-mami.
Rakyat perlu tahu track record capres-cawapres yang tampil. Berapa kekayaannya, bagaimana cara dia kaya. Bahkan soal keluarga dan pergaulannya pun rakyat akan penasaran untuk mengetahuinya. Artinya, ketika seseorang memutuskan tampil sebagai capres-cawapres, dia harus siap dengan sorotan perhatian masyarakat.
Terkait kekayaan dan cara memperolehnya, bagi capres-cawapres bukan lagi informasi pribadi yang tertutup. Karena itulah, mereka harus melaporkan kekayaannya ke KPK. Ini artinya, mereka harus siap diselidiki dan diteliti serta diungkit-ungkit asal usul kekayaannya itu.
Kalau kita lihat dari sisi ini, munculnya penyebutan luasan lahan yang dikuasai Prabowo itu bukan hal yang masuk ranah pribadi. Selain itu masih relevan dengan program pembagian lahan, informasi itu tentunya diperlukan masyarakat yang sebelumnya sudah banyak yang tahu baik lewat rumor maupun pengalaman langsung. Prabowo juga sudah menanggapi pernyataan Jokowi secara proporsional. Jadi, kasus ini seharusnya selesai usai debat.
Persoalan sikap lebay pendukung Prabowo itu sebenarnya bukan pada acara debat itu dan dinamika di dalamnya. Persoalannya ada pada efek yang timbul usai debat yang tidak menguntungkan jagoannya. Efek itu adalah terbukanya ingatan publik pada penguasaan lahan oleh sekelompok elit di masa Orde Baru di mana Prabowo Subianto merupakan bagian dari persoalan itu. Ingatan publik juga terbuka kembali terkait pernyataan Prabowo sebelumnya terkait tanah yang dikusai segelintir elit. Dan, dalam jajaran elit yang segelintir itu ternyata ada orang bernama Prabowo Subianto.
Ingatan publik inilah yang sangat mungkin membuat resah para pendukung Prabowo. Keresahan yang bera!asan karena dukungan publik terhadap Prabowo bisa tergerus jika persoalan pundi-pundi kekayaan jagoannya dan juga elit pendukungnya diumbar ke publik. Namun, itulah dinamika pemilu, hal sebaliknya bisa juga menimpa Jokowi jika dia melakukan hal serupa.Â
Ajang debat terbuka capres cawapres memang bukan seremonial yang hanya salam-salaman, senyam-senyum, atau zoget-zoget. Para kandidat, tim sukses dan pendukung jauh hari selalu mengobral janji ada kejutan. Tentu kejutan itu akan membuat lawan termehek-mehek dan jagoannya melambung tinggi di awan. Kalau kemudian ternyata jagoannya tidak bisa memenuhi ekspektasi dan malah termehek-mehek, seharusnya itu diterima sebagai resiko yang harus ditanggung.